REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengkritisi sosialisasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) soal Perppu Cipta Kerja sub-sektor perikanan tangkap. Sosialisasi KKP dinilai bertolak belakang dengan penolakan oleh masyarakat.
Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati menegaskan sosialisasi Perppu Cipta Kerja merupakan hal yang inkonstitusional karena dibentuk dengan cara inkonstitusional.
"KIARA bersama masyarakat bahari yang terdiri dari nelayan tradisional, perempuan nelayan, petambak garam, pembudidaya ikan, pelestari ekosistem pesisir, dan masyarakat adat pesisir dengan tegas menolak Perppu Cipta Kerja karena inkonstitusional dan akan berdampak buruk terhadap kehidupan secara sosio-ekologis," kata Susan dalam keterangannya, Jumat (3/2/2023).
Susan menyatakan Perppu Cipta Kerja disusun tanpa adanya situasi kegentingan yang memaksa, tanpa partisipasi yang bermakna dan serta hanya menjadi cara untuk membangkang dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Perppu Cipta Kerja menurutnya hanya akan mengulang kerentanan terhadap masyarakat bahari sebagaimana dalam UU CK.
"Perppu Cipta Kerja disusun bukan untuk melindungi dan memberdayakan masyarakat bahari tetapi untuk memberikan kepastian hukum kepada investor dengan segala kepentingannya dalam mengeruk sumber daya alam," ujar Susan.
KIARA juga menemukan empat hal dalam sosialisasi Perppu Cipta Kerja sub-sektor perikanan tangkap oleh KKP. Pertama, Peraturan pelaksana Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Kedua, Perppu Cipta Kerja akan mengubah Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) menjadi perizinan berusaha. Ketiga, Perppu Cipta Kerja bertujuan untuk mempermudah investasi di sektor perikanan dan kelautan. Keempat, mengubah kewenangan penerbitan perizinan.
"Sudah seharusnya KKP mendengarkan jeritan dan teriakan dari berbagai nelayan di Indonesia, khususnya nelayan tradisional," ucap Susan.