REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 2.522 kasus pinjaman online (pinjol) terjadi pada 2021. Mayoritas dari jumlah korban tersebut adalah perempuan.
"Berdasarkan data LBH Jakarta tahun 2021, dari 2.522 kasus pinjol, korbannya sebagian besar perempuan," kata Plt Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Eko Novi Ariyantidalam acara Media Talk, di Jakarta, Jumat (4/2/2023).
Eko mengatakan, korban pinjol tersebut umumnya mengalami pelecehan verbal ataupun penyebaran data pribadi oleh debt collector saat melakukan penagihan utang. Dia mengatakan, pinjol banyak menarik minat masyarakat karena prosesnya mudah yang dapat diajukan lewat aplikasi di ponsel pintar, proses pencairan cepat, dan tidak banyak syarat.
Pihaknya menyebut, pinjol ilegal menyasar perempuan sebagai peminjam. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per tahun 2021 memperlihatkan jumlah pengguna pinjol perempuan lebih banyak dibanding laki-laki, yakni 9.498.405 perempuan (54,95 persen) dan 7.785.569 laki-laki (45,05 persen) yang mendapat pinjaman online.
"Pinjol ilegal menyasar perempuan untuk menarik keuntungan sebanyak-banyaknya karena literasi finansial perempuan relatif lebih rendah," kata Eko Novi Ariyanti.
Untuk mencegah perempuan terjerat pinjol, pihaknya pun mendorong agar perempuan lebih selektif dalam menggunakan aplikasi pinjol dan menggunakan daftar pinjol legal dan di bawah pengawasan OJK.
Perempuan juga diminta memahami dan mengerti konsekuensi dari pinjol. "Cari bantuan dan dukungan ketika mengalami kekerasan akibat pinjol," kata Eko Novi yang juga menjabat sebagai Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Sosial dan Budaya KemenPPPA ini.
KemenPPPA pun menerima pengaduan bagi perempuan yang mengalami kekerasan akibat pinjol. Korban pinjol bisa menghubungi hotline SAPA129 dengan telepon 129 atau aplikasi WhatsApp di nomor 08111-129-129.