REPUBLIKA.CO.ID, FRANKFURT -- Eropa memberlakukan larangan bahan bakar diesel Rusia dan produk minyak sulingan lainnya pada Ahad (5/2/2023). Keputusan ini memangkas ketergantungan energi pada Moskow dan berusaha untuk lebih mengurangi pendapatan bahan bakar fosil Istana Kremlin sebagai hukuman karena menginvasi Kiev.
Larangan tersebut memberikan masa tenggang 55 hari untuk solar yang dimuat di kapal tanker sebelum hari Ahad. Sebuah langkah yang bertujuan untuk menghindari pasar acak-acakan. Pejabat UE mengatakan importir memiliki waktu untuk menyesuaikan diri sejak larangan diumumkan pada Juni.
Aturan baru itu datang bersamaan dengan batas harga yang disetujui oleh negara-negara sekutu G7. Tujuannya adalah memungkinkan diesel Rusia untuk terus mengalir ke negara-negara seperti China dan India dan menghindari kenaikan harga mendadak yang akan merugikan konsumen di seluruh dunia. Tindakan ini juga sekaligus mengurangi keuntungan yang mendanai anggaran dan perang Moskow.
Diesel adalah kunci ekonomi karena digunakan untuk menggerakkan mobil, truk pengangkut barang, peralatan pertanian, dan mesin pabrik. Harga solar telah meningkat karena pulihnya permintaan setelah pandemi Covid-19 dan keterbatasan kapasitas penyulingan, berkontribusi terhadap inflasi barang-barang lainnya di seluruh dunia.
Sanksi baru menciptakan ketidakpastian tentang harga karena 27 negara Uni Eropa (UE) menemukan pasokan solar baru dari Amerika Serikat (AS), Timur Tengah, dan India untuk menggantikan pasokan dari Rusia, yang pada satu titik mengirimkan 10 persen dari total kebutuhan diesel Eropa. Pengiriman dari negara-negara tersebut memang lebih lama daripada dari pelabuhan Rusia.