REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM — Komunitas Yahudi dan Kristen di Turki telah bergabung dalam suara global yang mengutuk penodaan kitab suci Alquran di Swedia pada akhir Januari. Politisi sayap kanan, Rasmus Paludan membakar Alquran di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm beberapa minggu lalu.
“Adegan ini mengingatkan Nazi,” kata Kepala Dewan Komunitas Yahudi Swedia, Lena Posner-Korosi, mengatakan kepada surat kabar Turki Milliyet dalam sebuah wawancara eksklusif.
Saat dia menodai kitab suci, Paludan mengancam akan melakukannya lagi setiap Jumat sampai Swedia diizinkan masuk NATO, dan dia mengulanginya pada minggu berikutnya di depan sebuah masjid di Denmark.
“Sungguh memalukan bahwa satu orang menunjukkan kebenciannya sedemikian rupa. Jika seseorang ingin membakar Alquran, mereka juga bisa ingin membakar Muslim. Merupakan aib besar untuk mengizinkan tindakan ini,” kata Korosi dilansir dari Daily Sabah, Ahad (5/2/2023).
Menggemakan kecaman Korosi, Kepala rabbi Turki, Ishak Haleva juga mengecam insiden tersebut melalui Milliyet. Dia menekankan pentingnya menghormati keyakinan orang lain.
“Seperti yang telah kami nyatakan di akun media sosial komunitas kami segera setelah insiden serius ini terjadi, kami mengutuk keras Rasmus Paludan, yang membakar Alquran di depan masjid. Kedutaan Besar Turki di Swedia dan mereka yang mengizinkannya.”
Dia kemudian menggambarkan demonstrasi Paludan sebagai kejahatan kebencian dan tindakan terorisme agama. Dia menegaskan kembali perlunya setiap orang untuk menghormati keyakinan dan budaya satu sama lain serta perlindungan melalui hukum.
Pemimpin spiritual Gereja Ortodoks Suryani Perawan Maria di Istanbul, Yusuf Çetin, menyatakan “kecaman keras” atas nama dirinya dan jemaatnya.
“Di mana pun di dunia ini, saya yakin semua orang harus saling menghormati agama dan kitab suci masing-masing. Kami terus berdoa agar kejadian seperti ini tidak terulang dan untuk perdamaian dunia,” kata Çetin kepada Milliyet.
“Mengizinkan tindakan seperti ini tidak dapat diterima baik di bawah demokrasi maupun kebebasan,” tegasnya.
Bartholomew I, Uskup Agung Istanbul dan Patriark Ekumenis dan pemimpin spiritual Gereja Ortodoks Timur, menyoroti “keprimitifan” pembakaran buku Paludan ketika dia mengecamnya dan tindakan serupa dilakukan oleh radikal sayap kanan lainnya, Edwin Wagensveld, sang pemimpin dari kelompok Islamofobia PEDIGA, yang merobek dan membakar halaman-halaman Alquran di Den Haag dua hari setelah Paludan.
“Kami benar-benar percaya mayoritas orang di Swedia atau Belanda mengutuk tindakan primitif ini dan para pelakunya di dalam hati mereka,” kata Uskup Agung itu.
“Kami sangat mengutuk serangan biadab, kurang ajar dan tidak sopan terhadap Alquran ini. Tugas yang menimpa kami para pemimpin agama adalah untuk mengajarkan penghormatan terhadap kesucian anggota agama yang berbeda dan bersama-sama mengutuk ketidaksopanan serupa dengan bertemu di poros ini,” kata patriarkat dalam pernyataan terpisah.
Baca juga: 4 Sosok Wanita yang Bisa Mengantarkan Seorang Mukmin ke Surga, Siapa Saja?
Patriark Armenia ke-85 dari Istanbul Sahag II Mashalian juga menyatakan tidak ada alasan untuk membenarkan insiden tersebut.
“Tidak dapat diabaikan bahwa tindakan keji ini tidak hanya melukai perasaan keagamaan umat Islam, tetapi juga diarahkan untuk memicu permusuhan antarumat yang berbeda agama,” kata Mashalian dalam sebuah pernyataan.
“Sudah pasti bahwa pernyataan ini sama sekali tidak dapat dikaitkan dengan demokrasi, kebebasan dan hak asasi manusia dan tidak akan ditoleransi oleh orang-orang yang berbagi emosi ini,” tegas Uskup Agung.