REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Presiden Ma'ruf Amin mendorong umat Islam kembali membangkitkan kejayaan peradaban Islam di masa lalu. Kiai Ma'ruf mengatakan, caranya dengan umat Islam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi di tengah era globalisasi saat ini.
"Peran ilmu pengetahuan (sains) sangat penting, dan bahkan ia berfungsi sebagai kunci peradaban," ujar Kiai Ma'ruf ketika membuka Muktamar Internasional I Fiqih Peradaban dalam rangkaian Peringatan Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) di Hotel Shangri-La, Surabaya, Jawa Timur (Jatim), Senin, (6/2/2023).
Dia mengingatkan, sejarah telah mencatat bahwa umat Islam pernah menorehkan tinta emas dalam membangun peradaban. Namun, hal itu kemudian mengalami era kemunduran, karena saat ini dunia sudah masuk pada babak baru peradaban, terutama karena globalisasi yang tidak terbendung.
Namun demikian, dia menolak pendapat yang menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan penyebab munculnya berbagai permasalahan di muka bumi.
"Tidak benar anggapan bahwa ilmu pengetahuan merupakan penyebab terjadinya kerusakan dan kekacauan di muka bumi ini. Sumber kerusakan dan kekacauan di muka bumi ini adalah nafsu serakah manusia yang menyalahgunakan ilmu pengetahuan," katanya.
Karena itu, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu mengatakan, penting untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang menguasai kunci peradaban tersebut baik ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain itu, Ma'ruf juga berharap peran ulama dalam mencari solusi di tengah pengaruh globalisasi saat ini. Sebab menurutnya, ketentuan fiqih sebelumnya, memungkinkan sudah tidak sesuai dengan permasalahan yang terjadi saat ini.
"Oleh karena itu, para ulama dituntut mampu menjawab dinamika peradaban baru ini, yang di banyak sisi sangat berbeda dengan peradaban sebelumnya," ujarnya.
Dia mengatakan, ketentuan hukum Islam atau fiqih akan terus berkembang mengikuti dinamika zaman. Menurutnya, fiqih yang ada tiap zaman merupakan bentuk respon terhadap peradaban sebelumnya.
Karena itu, di tengah era globalisasi saat ini, memungkinkan fiqih sudah tidak relevan lagi.
"Bisa jadi tidak cocok lagi untuk merespons peradaban saat ini, sehingga dibutuhkan konstruksi fikih baru yang lebih sesuai dengan peradaban saat ini," ujarnya.