Senin 06 Feb 2023 17:17 WIB

Ekspor Melemah, BPS Ingatkan Windfall Harga Komoditas Mulai Lesu

Pertumbuhan ekspor tahun 2022 masih lebih lemah dari 2021.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Lida Puspaningtyas
Foto udara aktivitas bongkar muat batu bara di kawasan pantai Desa Peunaga Cut Ujong, Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Selasa (31/1/2023). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan produksi batu bara 2023 mencapai 695 juta ton atau naik 4,82 persen dari target tahun lalu dengan proyeksi kebutuhan domestik sebesar 177 juta ton dan 518 juta ton untuk ekspor. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/tom.
Foto: Antara/Syifa Yulinnas
Foto udara aktivitas bongkar muat batu bara di kawasan pantai Desa Peunaga Cut Ujong, Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Selasa (31/1/2023). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan produksi batu bara 2023 mencapai 695 juta ton atau naik 4,82 persen dari target tahun lalu dengan proyeksi kebutuhan domestik sebesar 177 juta ton dan 518 juta ton untuk ekspor. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/tom.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut kinerja pertumbuhan ekspor barang dan jasa sepanjang 2022 tumbuh impresif mencapai 16,28 persen. Ekspor juga tercatat memberikan kontribusi hingga 24,49 persen atau terbesar ketiga setelah konsumsi rumah tangga dan investasi terhadap total pertumbuhan ekonomi nasional tahun lalu.

Kendati demikian, terdapat catatan yang perlu menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya, Kepala BPS, Margo Yuwono mengatakan, pertumbuhan ekspor 2022 yang impresif itu nyatanya melemah dibandingkan 2021 yang tumbuh 17,95 persen.

Baca Juga

"Windfall (harga komoditas) ekspor masih berlanjut pada 2022, tapi melemah akibat harga beberapa komoditas ekspor mengalami penurunan," kata Margo dalam konferensi pers di Jakarta, Senin(6/2/2023).

BPS mencatat, komoditas unggulan yang mengalami penurunan harga yakni minyak sawit. Meskipun, volume dan ekspor minyak sawit masih mengalami peningkatan di tahun lalu.

Mengutip laporan ekspor dan impor BPS Januari lalu, pergerakan harga minyak sawit selama tahun 2022 memang mengalami penurunan. Rata-rata harga yang semula di kisaran 1.270 dolar AS per metrik ton di awal tahun anjlok hingga ke level 940 dolar AS per ton pada Desember 2022 atau turun sekitar 25,9 persen year on year.

Harga komoditas yang tinggi sebelumnya memang menguntungkan posisi Indonesia sebagai eksportir. Itu memberikan efek memberikan winfdall mendongkrak kinerja ekspor dan mendatangkan surplus neraca dagang.

"Namun, harga komoditas unggulan Indonesia di pasar global sudah menunjukkan tren penurunan," tegasnya.

Sejauh ini, komoditas utama yang lebih dominan mendorong ekspor Indonesia yakni bahan bakar mineral dengan pertumuhan 67,46 persen, diikuti besi dan baja 32,94 persen, sera kendaraan dan bagiannya 27,15 persen.

Selain ekspor barang, kinerja ekspor jasa juga mencatat pertumbuhan yang cukup positif sebesar 56,06 persen. "Ini seiring dengan peningkatan jumlah wisatawan mancanegara yang masuk melalui bandara internasional di mana jumlahnya naik 2.301 persen," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement