REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tak memengaruhi kerja Kejaksaan Agung (Kejakgung) dalam melakukan proses penegakan hukum, dan pemberantasan praktik korupsi. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan penindakan yang masif, dan upaya penjeraan sudah dilakukan maksimal oleh tim penyidikannya untuk memperbaiki citra penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi.
Bukan cuma fokus pada pemidanaan, dan juga penjeraan secara hukum. Tetapi, dikatakan Febrie, tim penyidikannya juga selalu fokus pada pengembalian kerugian negara. Pun juga terkait kerugian perekonomian negara. “Kita sudah banyak melakukan penindakan, yang sifatnya mengganggu program-program pemerintah, yang merugikan negara, dan juga perekonomian negara,” ujar Febrie saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejakgung, di Jakarta, Senin (6/2/2023).
Febrie memberikan sujumlah contoh penanganan kasus tindak pidana korupsi, yang berhasil dilakukan. Seperti dalam penyelesaian kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara Rp 16,8 triliun. Kasus korupsi PT Asuran Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang merugikan negara Rp 22,78 triliun. Pun halnya kasus korupsi jumbo lainnya terkait, terkait pemberian izin ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) yang merugikan perekonomian negara Rp 10,96 triliun.
Kemudian terkait dengan korupsi terkait penguasaan lahan yang dilakukan oleh PT Duta Palma yang merugikan perekonomian negara setotal Rp 86,53 triliun. Menurut Febrie, hasil kerja penanganan korupsi perkara-perkara tersebut semestinya dapat menjadi acuan bagi arah maju penindakan, dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Dan ke depan, kita di Jampidsus, terus akan melakukan lagi, atas kasus-kasus korupsi lainnya, yang saat ini juga masih dalam penanganan,” ujar Febrie.
IPK Indonesia kembali terseok ke posisi bawah. Publikasi hasil skoring dari Transparancy International Indonesia 2022 menempatkan Indonesia ke posisi 110 dengan skor IPK di angka 34 poin.
Penilaian tersebut lebih jelek dari 2021, yang menempatkan posisi Indonesia di peringkat ke-96 dengan skoring IPK di angka 38. Penilaian IPK tersebut terjelek dalam lima tahun terakhir. Dan merupakan penurunan paling drastis sejak 1995 silam.