REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menetapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan yang menggunakan metode omnibus law sebagai usul inisiatif DPR. RUU tersebut terdiri dari 20 bab dan 478 pasal, yang setidaknya mengatur 14 hal.
Salah satu yang diatur adalah pemanfaatan tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing (WNA). Hal tersebut menjadi berada dalam poin ke-11 ketika dibacakan oleh Wakil Ketua Baleg M Nurdin.
"(Poin) 11, pengaturan terkait pendayagunaan tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara Indonesia lulusan luar negeri dan pemanfaatan tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri yang memenuhi standar kompetensi," ujar Nurdin saat rapat pleno Baleg, Selasa (7/2/2023) malam.
"Dan harus mengutamakan tenaga medis dan tenaga kesehatan WNI," kata dia menambahkan.
RUU Omnibus Kesehatan juga akan mengatur pembedaan rumah sakit pendidikan. Yakni, yang terdiri atas rumah sakit yang bekerja sama dengan institusi pendidikan dan rumah sakit yang secara mandiri menyelenggarakan pendidikan proyeksi dokter atau dokter gigi spesialis, dan subspesialis.
"Dengan ketentuan telah menjadi bagian sistem pendidikan akademik paling sedikit lima tahun sebagai rumah sakit pendidikan utama," ujar Nurdin.
Dalam rapat Baleg pada Selasa (22/11/2022), sejumlah undang-undang disebut akan masuk ke dalam RUU Kesehatan yang menggunakan mekanisme omnibus. Beberapa di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Selain itu, ada pula Undang-Undang 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Serta, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Farmasi dan Undang-Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan, saat ini terdapat enam masalah kesehatan di Indonesia. Pertama adalah kurangnya akses ke layanan primer, kurangnya kapasitas pelayanan rujukan di rumah sakit, dan ketahanan kesehatan yang masih lemah.
"(Selanjutnya) pembiayaan kesehatan yang masih belum efektif, SDM kesehatan yang masih kurang dan tidak merata, minimnya integrasi teknologi kesehatan dan regulasi inovasi bioteknologi," ujar Dante.
Kemenkes, menurut Dante, terus melakukan transformasi kesehatan sebagai upaya untuk dapat menjawab permasalahan layanan kesehatan di masyarakat. Pihaknya berharap agar upaya transformasi kesehatan dapat didukung melalui revisi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Kementerian Kesehatan berharap agar upaya transformasi kesehatan dapat didukung melalui RUU terkait Kesehatan," ujar Dante.