Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad Kholiyi

Mendongeng Sejarah Islam: Upaya Mengenalkan Sejarah Islam Lewat Dongeng

Sejarah | Wednesday, 08 Feb 2023, 12:51 WIB
Sumber gambar: Google

Menurut Dudung (2015), dongeng adalah bentuk sastra lama yang bercerita tentang kejadian luar biasa yang penuh khayalan (fiksi) dan tidak benar-benar terjadi. Selain itu, Kamisa (dalam Rusyanti, 2013) menjelaskan bahwa pengertian dongen adalah cerita yang dituturkan atau dituliskan yang bersifat hiburan dan biasanya tidak benar-benar terjadi dalam kehidupan. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, meskipun pada kenyataan banyak dongeng yang menggambarkan kenyataan, mengandung pelajaran dan pesan-pesan moral.

Tradsi menyampaikan dongen biasanya disebut mendongen yang berarti salah satu jenis tradisi lisan sebagai sarana komunikasi dan merekam peristiwa-peristiwa kehidupan. Tradisi ini sudah berlangsung berabad-abad lamanya. Tradisi lisan ini terus berkembang, berbagai peristiwa dan kisah masa lalu sudah pasti ada dalam bentuk sebuah dongeng. Pada masanya, mendongen pernah menjadi primadona di kalangan generasi terdahulu. Biasanya tradisi lisan ini menjadi sarana pengantar tidur oleh orang tua kepada anaknya.

Dongeng dapat dibagi menjadi tujuh jenis, yaitu mitos, sage, fabel, legenda, cerita lucu, cerita pelipur lara, dan perumpamaan. Keterangan lebih jelasnya adalah (1) mitos: bentuk dongeng yang menceritakan hal-hal magis seperti cerita tentang dewa-dewa, peri atau Tuhan; (2) sage: dongeng kepahlawanan, keberanian, atau sihir seperti sihir dongeng Gajah Mada; (3) fabel: dongeng tentang binatang yang dapat berbicara atau berperilaku seperti manusia; (4) legenda: bentuk dongeng yang menceritakan tentang sebuah peristiwa tentang asal-usul suatu benda atau tempat; (5) cerita jenaka: cerita yang berkembang di masyarakat dan dapat membangkitkan tawa; (6) cerita pelipur lara: biasanya berbentuk narasi yang bertujuan untuk menghibur tamu di pesta dan kisah yang diceritakan oleh seorang ahli; dan (7) cerita perumpamaan: bentuk dongeng yang mengandung kiasan, contohnya adalah didaktik dari Haji Pelit. Cerita tersebut tumbuh dan berkembang di daerah dan dinamakan cerita lokal (Dudung, 2015). Berbagai jenis dongeng tersebut memiliki nilai-nilai moral yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembentukan karakter anak. Hanya saja, pendidik perlu memilihkan dongeng yang sesuai dengan usia dan perkembangan psikologi serta minat anak.

Dongen memiliki beberapa manfaat bagi anak. Diantaranya adalah (1) mengajarkan budi pekerti pada anak melalui pesan-pesan moral yang disampaikan dalam dongeng baik secara langsung maupun eksplisit, kemudian (2) dongen juga mampu mengembangkan daya imajinasi anak. Karena dalam dongeng terdapat berbagai kisah di luar logika, yang menyebabkan imajinasi anak terpacu dan menyebabkan rasa ingin tahunya besar sehingga dia akan lebih cepat berkembang. Kemudian yang paling penting adalah (3) membiasakan budaya membaca pada anak. Kembanyakan anak yang gemar membaca biasanya yang memiliki orang tua yang membiasakan budaya membaca padanya sejak kecil. Mendongen adalah salah satu cara pembiasaan membaca tersebut. Misalnya orang tua yang rutin membacakan dongen kepada anak sebelum tidur. Ketika pendidik biasa membacakan anak buku cerita, anak akan tertarik untuk belajar membaca sendiri sejak kecil.

Dalam perkembangannya, terutama di zaman modern seperti sekarang, aktifitas mendongeng sudah mulai jarang dilakukan orangtua terhadap anak-anak mereka. Aktivitas mendongen yang biasa dilalkuan orang tua terhadap anaknya tergantikan dengan kehadiran gawai/gadget sebagai teman sehari-hari anak yang menjadi pilihan instan orang tua agar anaknya tidak rewel. Ketergantungan pada gawai sejak dini tersebut kemudian menggantikan peran oarng tua yang seharusnya mampu mengontrol tumbuh kembang anak terutama dalam peningkatan pengetahuan dan wawasannya. Jika kejadian ini terus berlanjut, maka anak-anak akan jauh dari akhlak, moral, dan etika yang baik.

SEJARAH ISLAM

Sebagaimana yang kita ketahui bahawa mempelajari Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya lokal merupakan ilmu yang sangat penting bagi kita terutama umat Islam untuk mempelajarinya. Lebih-lebih mempelajarinya bahkan kita dapat mendalaminya sebagai ilmu pengetahuan yang dapat membantu kita untuk membangun jiwa keislaman dalam hati kita yang mungkin sudah ada sebagian yang hilang.

Salah satu bahan cerita dalam dongen pun bisa berupa tentang sejarah Islam. Sebagaimana pengalaman yang pernah penulis lalui ketika kecil, biasanya dongen sejarah Islam ini didapatkan sebelum atau selepas mengaji, baik oleh orangtua ataupun guru ngaji. Dongen sejarah Islam itu biasanya berupa cerita-cerita Nabi dan Rosul, kisah tentang Isro’ Mi’raj dan semacamnya.

Sejarah Islam merupakan peristiwa-peristiwa masa lalu dalam peradaban Islam yang direkam dalam sebuah tulisan sejarah. Dari awal mula lahirnya Islam, perkembangannya, serta penyebarannya sehingga sampai ke nusantara. Semuanya sudah terekam dalam tulisan-tulisan sejarah hasil dari penelitian-penelitian ahli sejarah. Sejarah Islam ini, menurut penulis adalah suatu hal yang wajib diketahui bagi umat Islam secara keseluruhan, khususnya bagi generasi penerusnya. Peristiwa-peristiwa tentang peradaban Islam di masa lalu tersebut menurut penulis adalah hal-hal penting yang mesti selalu diingat secara kolektif oleh generasi muda Islam sekarang.

Pengetahuan-pengetahuan tentang sejarah Islam yang patut diketahui itu terutama tentang kisah awal mula Islam lahir di Jazirah Arab yang dibawa oleh seorang mulia yang bernama Muhammad. Siapa dan seperti apa seorang Muhammad tersebut harus diketahui juga melalui biografinya. Kemudian perkembangan Islam kemudian seperti apa, tokoh-tokoh yang berpengeruh dalam perkembangan peradaban Islam siapa saja, serta bagaimana cara Islam bisa sampai ke Indonesia dan bahkan bisa menjadi agama mayoritas di Indonesia adalah hal yang patut diketahui juga oleh generasi muda Islam

Namun, permasalahannya ternyata sejarah merupakan salah satu jenis pelajaran yang kurang begitu disukai oleh sebagian besar pelajar di Indonesia. Hal utama yang menjadi penyebab ketidaksukaan pelajar terhadap sejarah adalah cara pembelajaran yang lebih menekankan terhadap hafalan dibandingkan dengan pemahaman terhadap peristiwa. Ketidaksukaan pelajar terhadap pelajaran ini terbukti dari pengalaman pribadi penulis yang merupakan guru mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Tsanawiyah yang menjadi tempat mengajar penulis. Ketidaksukaan mempelajari bidang sejarah tersebut pada akhirnya berdampak terhadap ketertarikan yang minim terhadap dunia sejarah Islam. Hal inilah yang kemudian menyebabkan kurangnya pengetahuan umat muslim di Indonesia terhadap peristiwa-peristiwa dalam sejarah peradaban Umat Islam.

DONGEN SEJARAH ISLAM

Sebagaimana penjelasan juga keprihatinan yang penulis tuangkan sebelumnya. Penulis mencoba memberikan solusi untuk dua permasalahan yang mesti di jawab semuanya. Pertama, mengenai mulai tergerusnya budaya mendongen di kalangan masyarakat akibat perkembangan zaman; kedua, tentang kurang berminatnya para pelajar tentang pembelajaran sejarah yang cara pembelajaran lebih menekankan terhadap hafalan dibandingkan dengan pemahaman terhadap peristiwa.

Dongen sejarah Islam ini adalah upaya melestariakn tradisi melalui pembiasaan mendongeng tentang Sejarah Islam. Selain itu juga sebagaimana manfaat dongen yang sudah dijelaskan sebelumnya, upaya ini juga adalah untuk mendorong minat literasi anak sejak dini. Sehingga tercipta kebiasaan positif yang lahir akibat dari dorongan dalam diri anak untuk menambah dan mencari tahu sendiri pengetahuannya terhadap dongen-dongeng Islam lainnya. Sehingga diharapkan kedepannya bukan hanya dongeng sejarah Islam yang dibaca anak, melainkan bacaan-bacaan lain tentang sejarah Islam yang bisa meningkatkan intelektualitas dirinya di masa depan.

Memang tidak mudah mewujudkan pelestarian dongeng sejarah Islam ini. Ditambah lagi dengan kehadiran gadget atau gawai dalam kehidupan anak sehari-hari. orangtua yang terlalu sibuk dan tak menyempatkan diri untuk membacakan atau menceritakan dongen pada anak sebelum tidur pun semakin menambah kesulitan melestarikan budaya mendongeng. Tapi, ikhtiar harus tetap dilakukan. Kampanye pentingnya budaya mendongeng, terutama tentang dongen sejarah Islam ini harus tetap disuarakan. Banyak cara untuk mengkampanyekan budaya mendongeng ini, diantara cara yang bisa dilakukan, dalam hal ini sebagai wujud kampanye pentingnya budaya mendongen yang penulis lakukan di madrasah tempat penulis mengajar ialah dengan cara melakukan metode mendongen ketika penulis menyampaikan pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.

Metode mendongeng ketika menyampaikan materi cenderung lebih disukai dibandingkan metode ceramah yang monoton membahas materi pelajaran. Mengapa demikian? Karena ketika mendongen kita dituntut agar sedapat mungkin cerita yang kita sampaikan bisa tervisualisasikan dalam pikiran anak didik. Sehingga pada akhirnya anak didik tertarik dan ketagihan mendengarkan dongeng-dongeng sejarah yang disampaikan.

Keberhasilan metode mendongen dalam menyampaikan materi tersebut tentunya mesti ditunjang dengan apresiasi orang tua anak didik. Disinilah pendidik mesti bisa mengimplementasikan kompetensi sosialnya dengan cara berkoordinasi secara aktif dengan orang tua anak didik terkait budaya mendongeng sejarah Islam yang mesti dilestarikan ini. Agar pada akhirnya pembiasaan budaya mendongen tersebut dapat tumbuh bukan hanya di kelas, melainka juga di lingkungan keluarga anak didik.

Tak ada keberhasilan tanpa adanya kerjasama yang kuat dan solid antara orang tua dan pengajar/guru di madrasah untuk melestarikan budaya mendongeng sejarah Islam tersebut. Oleh karenanya, konsistensi adalah hal terpenting yang harus dipegang teguh. Niscaya, harapan terhadap pelestarian budaya mendongeng sejarah Islam ini bisa terwujudkan demi terciptanya generasi muda Islam yang berpengetahuan dan berwawasan luas tentang sejarah dan kebudayaan Islam. []

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image