REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menginstruksikan jajarannya agar terus bebenah dan mengevaluasi diri. Instruksi itu disampaikan berulang kali menyusul kasus pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo yang membuat kepercayan masyarakat terhadap Polri menjadi anjlok.
Sayangnya, meski instruksi itu terus digulirkan, tetap saja ada permasalahan yang mencoreng institusi tersebut. Mulai dari polisi jual narkoba, main judi online, kasus Hasya yang ditetapkan tersangka meski sudah meninggal, hingga anggota Densus yang terlibat perampokan dan pembunuhan. Belum lagi, masalah Kompol D yang disebut punya istri siri dengan 'bawaan' mobil Audi.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai reformasi di tubuh Polri harus segera dilakukan. Menurut dia, rentetan kasus para personelnya yang mencoreng Polri ini menunjukkan perlu evaluasi mendasar di institusi tersebut.
"Sebuah perombakan tentu bukan hanya pernyataan. Kalau sampai sekarang kultur dan perilaku kepolisian masih belum sesuai harapan reformasi 1998, tentunya harus ada evaluasi yang mendasar pada institusi ini," ujar Bambang kepada Republika.co.id, Rabu (8/2/2023).
Menurut Bambang, dengan banyak kasus selama ini dan melibatkan banyak personel, lintas satuan, berbagai jenjang kepangkatan, sangat naif bila hanya menyebut bahwa itu hanya perilaku oknum ansich.
Karena itu, ia menilai kejadian-kejadian yang terulang mengindikasikan organisasi Polri tidak membuat sistem yang bagus untuk memastikan oknum-oknum itu bertindak sesuai aturan, norma, dan hukum.
Untuk itu, dia mendorong agar reformasi Polri ini benar-benar dilakukan secara konkret meliputi perbaikan sistem dan struktur di kepolisian. "Tetapi, langkah-langka yang konkret untuk memperbaiki sistem dengan mengubah struktur, instrumen-instrumen yang pada akhirnya juga akan mengubah kultur menuju organisasi kepolisian profesional yang diharapkan masyarakat," ujarnya.
Pengamat hukum dan politik dari UIN Sunan Kalijaga, Gugun El Guyanie, menilai kasus anggota Densus 88 yang membunuh dengan motif ekonomi seharusnya menjadi momentum penting melakukan reformasi. Tidak cuma bagi Densus 88, tapi bagi Polri.
Apalagi, ia menekankan, Densus 88 menjadi satuan elite kontra terorisme. Yang mana, merupakan pasukan utama untuk menjaga keselamatan dan kedaulatan bangsa. Karena itu, akan menjadi sulit jika anggota-anggota Densus justru bermasalah.
Mulai dari memiliki latar belakang ekonomi yang rawan, bahkan menjadikannya berbuat kriminal, menipu, terlibat judi daring dan tindak kriminal lain. Ia menegaskan, reformasi kepolisian merupakan sesuatu yang harus terus disuarakan.
"Mengingat kualitas anggota polisi yang bermasalah secara moral, tidak berintegritas, semuanya berpengaruh kepada penegakan hukum," kata Gugun kepada Republika, Rabu (8/2/2022).