NYANTRI--Setelah meninggalnya Prabu Siliwangi pada tahun 1482 M, tahta kerajaan jatuh kepada putra mahkota, Pangeran Cakrabuana. Lalu Pangeran Cakrabuana menyerahkan tahta kerajaan kepada Sunan Gunung Jati. Sejak naiknya Sunan Gunung Jati ke tahta kerajaan, Cirebon menjadi negara merdeka yang bercorak Islam.
“Sejak inilah kedaulatan Kesultanan Cirebon yang bercorak Islam itu merata ke segenap bekas wilayah Pajajaran dengan perkataan lain Pajajaran awal Cirebon dan Cirebon adalah akhir Pajajaran,” tulis P.S Sulendraningrat dalam bukunya “Sejarah Cirebon”.
Namun sebelum itu terdapat kisah perempuan ahli quran yang memberikan pengaruh terhadap Islam di Cirebon. Ia adalah Nyi Subang Karancang atau Nyi Subang Larang. Ia merupakan istri dari Prabu Siliwangi.
Dalam Babad Cirebon Carub Kandha Naskah Tangkil disebutkan Nyi Subang Larang dinikahi Prabu Siliwangi setelah mendengar kabar tentang kecantikan seorang santriwati di pesantren Karawang yang diasuh oleh Syekh Quro. Santriwati tersebut bernama Nyi Subang Larang dari Negara Singapura.
Prabu Siliwangi pun akhirnya mengutus Ki Patih untuk pergi ke pesantren tersebut guna memohon kepada pengasuh pesantren agar memberikan Nyi Subang Larang kepadanya untuk dijadikan permaisuri. Syekh Quro pun tak bisa menolak kehendak Prabu Siliwangi tersebut.
Niat Prabu Siliwangi itu kemudian disampaikan Syekh Quro kepada Nyi Subang Larang. Nyi Subang menyetujui permintaan Prabu Siliwangi lalu dibawanya ke Keraton Pakuwan Pajajaran untuk menjadi permaisuri.
Dalam buku tersebut digambarkan bahwa sosok Nyi Subang Larang merupakan perempuan yang cantik. Selain itu, tutur bahasanya juga penuh dengan sopan santun. Ia disebut lama sekali tinggal bersama dengan Syekh Quro. Kendati demikian, Nyi Subang Larang merupakan perempuan yang suci sehingga mampu menahan berbagai godaan iblis.
Syekh Quro sendiri adalah putra dari pasangan Syekh Maulana Ilafi dengan Nyi Sidhik. Sejak kecil Syekh Quro sudah menunjukkan sikap suhud kepada Allah. Pendidikan agama telah diajarkan oleh ayahnya sejak kecil. Ilmu agamanya menonjok karena masih keturunan Nabi Muhammad SAW.
Setelah dewasa, Syekh Quro pergi menjelajah dan salah satunya singgah di Karawang hingga mendirikan pesantren di sana. Banyak santri yang tertarik untuk belajar di pesantren tersebut, salah satunya Nyi Subang Larang yang kemudian dipersunting Prabu Siliwangi.
Dari pernikahannya, Nyi Subang Larang dikaruniai tiga anak yaitu Raden Kian Santang, Nyi Rara Santang, dan Raja Sengara. Setelah dewasa, perilaku ketiganya berbeda dengan perilaku ayahnya yang disebutkan dalam buku ini beragama Buddha. Ketiga anak tersebut justru sering berkunjung ke pesantren Syekh Quro dan bercampur dengan para santri.
Perilaku ketiga anak tersebut yang lebih dekat dengan ajaran Islam membuat ibunya khawatir Prabu Siliwangi marah. Sebab, dia tak ingin seorang Muslim berada di Keraton Pajajaran yang kental dengan ajaran Hindu-Buddha. Sebab Prabu Siliwangi menilai Muslim bisa membuat negaranya apes.
Namun jika itu terjadi di luar Keraton Pajaran seperti Karawang dan Banten, Prabu Siliwangi tidak terlalu memperhatikan meskipun ada seorang Muslim. Karena penjelasan tersebut, ketiga anaknya mengusulkan kepada ibunya agar menempati suatu tempat yang jauh dari Keraton Pajajaran agar bisa menjalankan ajaran Islam dengan tenang.
Dalam suatu kesempatan, Raden Kian Santang, Nyi Rara Santang, dan Raja Sengara bertanya kepada ibunya selama tinggal di Keraton. “Bagaimana dengan kanjeng Ibu, apakah masih ingat akan ajaran Guru Karawang (Syekh Quro)?”. Ibunya lalu menuturkan sudah lupa terhadap pelajaran Guru Karawang. Namun imannya masih kuat di dadanya. Kendati demikian jika terdengar Prabu Siliwangi akan berbahaya karena dia tidak menghendaki seorang Muslim di Keraton Pajajaran.
Singkat cerita, Nyi Subang Larang dengan tiga anaknya kemudian meminta kepada Prabu Siliwangi untuk tinggal di Banten dengan alasan membasuh raga menghadapi hari tua. Alasan tersebut tidak sebenarnya disampaikan Nyi Subang Larang. Alasan sebenarnya untuk menghindari ketiga anaknya tidak mampu menyembunyikan identitas kemuslimannya.
Dalam artikel lain disebutkan bahwa Prabu Siliwangi telah masuk Islam ketika menikahi Nyi Subang Larang. Sebagaimana disebutkan dalam “Sejarah Cirebon” P.S. Sulendraningrat bahwa syarat Prabu Siliwangi menikahi Nyi Subang Larang terlebih dahulu harus memeluk Islam. Syekh Quro, guru dari Nyi Subang Larang bertindak sebagai penghulunya.