Guru Besar UGM: Penanganan Klitih Masih Pentingkan Ego Sektoral
Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Yusuf Assidiq
Barang bukti senjata tajam dihadirkan saat konferensi pers kejahatan jalanan atau klitih di Mapolda DIY. | Foto: Wihdan Hidayat / Republika
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Peristiwa klitih kembali terjadi di wilayah DIY. Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Koentjoro, menilai terus terulangnya klitih di DIY lantaran sampai saat ini belum diketahui apa penyebab klitih terjadi.
"Karena masalah apa terjadi klitih, kenapa ada klitih belum pernah terpecahkan, jadi kalau masalahnya terpecahkan ya setop," kata Koentjoro saat dihubungi Republika, Rabu (8/2/2023).
Menurutnya, penanganan klitih selama ini masih mengedepankan ego sektoral. Masing-masing instansi merasa sudah melakukan penanganan.
"Tetapi itu bukan masalahnya, jadi klitih misalnya polisi berbuat sesuatu, dinas sosial berbuat sesuatu, siapa lagi berbuat sesuatu, tetapi sekarang masalahnya apa belum jelas. Polisi menghukum dengan caranya, itu belum jelas belum menyelesaikan masalah, hanya pendisiplinannya," ujarnya.
Ia menambahkan peran keluarga juga dinilai sangat penting dalam penanganan klitih. Selain itu melibatkan RT, RW, dharma wanita, hingga dasawisma juga penting untuk pencegahan klitih .
"Misalnya di setiap kampung di setiap dukuh, di setiap RT RW , kita identifikasi siapa yang termasuk mereka seperti ini, kenapa seperti itu, apa yang bisa dilakukan masyarakat untuk mencegah, itu kan tidak pernah terjadi. Seakan-akan sekarang polisi merasa bahwa saya bisa, dinas sosial bisa, tapi nggak bisa melibatkan masyarakat," jelas dia.
Padahal menurutnya masyarakat pihak yang paling dekat dengan anak. Sehingga mudah untuk mengidentifikasi masalah pokok yang terjadi pada pelaku klitih.
"(Masyarakat) dekat dengan kehidupan mereka, mabuk-mabukan kenapa mabuk-mabukan bisa diingatkan tidak oleh RT RW, kalau mereka tidak bisa diingatkan bagaimana lapor polisi atau siapa, apa polisi yang bisa dilakukan, itu kan bisa," ujarnya.
Ia juga mengimbau agar pemda bekerja sama dengan universitas di DOY untuk mencari solusi dari permasalahan klitih. "Tidak kemudian sektoral sendiri-sendiri yang belum tentu itu benar," ungkapnya.