Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Imron Samsuharto

Selamat Datang Abad Kedua NU

Agama | Thursday, 09 Feb 2023, 07:23 WIB

Merawat organisasi besar hingga memasuki usia seratus tahun, bukanlah perkara mudah. Atas berkat rahmat Allah, Nahdlatul Ulama (NU) sebagai ormas keagamaan terbesar di Indonesia, berhasil merawat dirinya sendiri hingga memasuki usianya yang ke-100 tahun atau satu abad. Sebagai organisasi keislaman, NU menghitung angka tahun usianya berlandaskan pada kalender Islam atau Hijriyah. NU lahir pada 16 Rajab 1344 H, yang jika dikonversi ke kalender Masehi bertepatan dengan 31 Januari 1926.

Peringatan satu abad NU pada 16 Rajab 1444 H berlangsung sukses, lancar, dan fenomenal. Diselenggarakan di stadion Delta Sidoarjo, Jawa Timur, bertepatan 7 Februari 2023. Sidoarjo dipilih sebagai tempat penyelenggaraan puncak acara dari sekian deretan acara peringatan satu abad NU. Dihadiri nahdliyin dari seluruh pelosok negeri. Tamu kehormatan yang turut hadir adalah Presiden RI Joko Widodo dan sejumlah tokoh nasional lainnya. Ketua umum NU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dalam sambutannya menyampaikan, bahwa NU saat ini berada di titik nol guna memasuki abad kedua.

Titik nol (episode 1) saat kelahiran NU terjadi di Surabaya, dan titik nol (episode 2) pas usia satu abad dilangsungkan di Sidoarjo, kota tetangga Surabaya. Ucapan "Selamat Datang di Abad Kedua Nahdlatul Ulama" digelorakan Gus Yahya berkali-kali dengan 'full power', antara lain ditujukan untuk Presiden Jokowi, untuk barisan Banser, nahdliyin, fatayat, segenap hadirin, bahkan untuk warga dunia. Ditegaskan Gus Yahya, bahwa NU telah melewati masa seratus tahun bertirakat. Tirakat satu abad tersebut mendigdayakan NU yang kini mencatatkan sejarah memasuki abad keduanya.

Digdaya Seiring Tantangan

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan, bahwa 'digdaya' berarti tidak mempan oleh senjata apa pun; sakti; kebal (ed-II 1995:233). Dengan pengambilan kata kunci yang dipilih untuk tema peringatan 100 tahun atau satu abad tersebut, diharapkan NU tak membusungkan dada dan besar kepala. Tidak terjebak pada rasa membanggakan diri yang berlebihan (overproud).

Dengan mengambil tema "Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru" dalam peringatan Satu Abad NU, ormas keagamaan tersebut justru harus lebih merunduk seperti filosofi ilmu padi. Makin berisi makin merunduk (tawadu'). NU harus kebal atau tak mempan dengan segala gempuran yang memandang sebelah mata. Misalnya kritik tentang kedekatan NU dengan sumbu kekuasaan (pemerintah), NU bergandeng mesra dengan umat agama lain, Banser yang kerap disindir sebagai penjaga gereja, dan sebagainya.

Kedekatan NU sebagai barisan yang dipenuhi kiai/ulama dan pemerintah sebagai 'umaro' tak jarang disalahtafsiri secara kurang sedap, seolah ormas dengan basis massa terbesar ini ingin merengkuh kekuasaan atau meminta kue jabatan. Padahal, faktanya para kiai/ulama di jajaran NU itu sendiri yang kerap didekati unsur pemerintah, baik dari kalangan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Namun, NU tetap konsisten berprinsip pada kemaslahatan umat dengan mengedepankan akhlaqul karimah.

Semua pandangan miring yang dilontarkan lewat media sosial (medsos) pada era digital ini, disikapi NU dengan penuh kesabaran. Oleh karena itu, NU menjawab melalui portal atau situs https://www.nu.or.id (NU Online) yang bisa dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan pihak mana pun, sekaligus untuk memberi informasi secara cermat, cepat, dan berimbang. Juga untuk pencerahan serta klarifikasi atas segala permasalahan yang mesti diselesaikan.

Di balik kedigdayaan melalui proses tirakat seratus tahun tersebut, NU kini dihadapkan pada tiga tantangan pelik, yakni persoalan pendidikan, perekonomian, dan teknologi kekinian (digital). Dimafhumi, bahwa jajaran nahdliyin -- terlebih yang berada di pelosok-pelosok desa -- rata-rata masih tertinggal dalam sektor pendidikan (formal akademik), kehidupan ekonomi, serta teknologi digital. Menurut Wakil Ketua Panitia Resepsi Puncak Satu Abad NU, Rahmat Hidayat Pulungan, di abad kedua ini NU akan berfokus untuk memperbaiki masalah pendidikan, ekonomi, dan digitalisasi teknologi.

Pesta Rakyat

Resepsi puncak acara peringatan satu abad NU dimeriahkan pemusik Slank yang membawakan lagu khusus 'Ulama Bergerak'. Komedian Cak Lontong turut memeriahkan acara. Rhoma Irama batal tampil karena kendala teknis. Kemeriahan hiburan itu untuk rakyat, bukan untuk nahdliyin semata. Meskipun sempat diguyur hujan deras, tak menyurutkan warga menyemut menikmati hiburan di stadion Delta Sidoarjo itu.

Perayaan hari lahir (harlah) ke-100 NU telah usai. Kini pekerjaan rumah menumpuk untuk ditata kembali demi kemajuan organisasi memasuki abad baru. Fokus pada penataan pendidikan, ekonomi, digitalisasi teknologi baru sebagian permasalahan yang harus digarap serius. Permasalahan lain seperti penataan organisasi di tingkat cabang hingga ranting juga jangan sampai terabaikan, karena denyut pada lapisan bawah itu merupakan aset penting. Di samping memerlukan SDM (sumber daya manusia) yang mumpuni, penataan organisasi juga perlu dukungan teknologi terkini, serta dana yang tidak sedikit.

Warga NU yang biasa disebut nahdliyin di lapisan bawah, tak diragukan memiliki loyalitas yang tinggi. Mereka harus dirangkul oleh tokoh berpengaruh dan berwibawa, yang santri/ulama (kaya ilmu), yang memikirkan umat, yang mau berkorban, serta humanis. Tokoh tadi harus mampu bahu-membahu bersama tokoh lain yang cerdas me-menej organisasi, juga tokoh dari golongan 'aghniya' yang ikhlas mendukung dana. Jika sinergitas seperti ini terwujud, keorganisasian NU ke depan akan lebih maju dan dahsyat, dari akar rumput terendah di pelosok-pelosok hingga batang pohonnya di tingkat tertinggi (PBNU).

*Penulis adalah simpatisan NU, mantan pekerja perbukuan, alumnus FS (kini FIB) Universitas Diponegoro Semarang
#lombanulisretizen, #lombavideorepublika, #satuabadnu, #akudannu

 

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image