REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANSISCO -- Twitter Inc. memberhentikan secara massal karyawannya. Kini mantan karyawan tersebut menyatakan mereka ditipu soal pembayaran pesangon. Para mantan pekerja ini menuduh perusahaan telah membuat mantan karyawan tidak dapat memenuhi tuntutannya, menurut pengacara mereka.
Platform media sosial itu, bulan lalu memenangkan putusan yang mewajibkan pekerja yang telah menandatangani perjanjian arbitrase untuk menyelesaikan keluhan mereka. Namun alih-alih melalui gugatan class action di pengadilan terbuka, persidangan dilakukan dalam sidang tertutup yang diawasi oleh hakim swasta.
Tapi sekarang Twitter berargumen tidak akan berpartisipasi dalam arbitrase jika para pekerja tidak membuat perjanjian yang ditandatangani sendiri, kata pengacara mereka, Shannon Liss-Riordan, dalam pengajuan pengadilan.
"Selain itu, untuk mantan karyawan yang perjanjiannya tidak ditentukan hakim pribadi yang akan menangani kasus mereka, Twitter tidak mau bekerja sama dengan pekerja yang didapati masih menolak membayar biaya untuk proses arbitrase," kata Liss-Riordan dilansir dari Bloomberg, Kamis (9/2/2023).
“Jelas bahwa permintaan Twitter untuk memindahkan kasus ke arbitrase hanyalah tipu muslihat untuk mencoba menghindari klaim ini sama sekali,” Liss-Riordan menambahkan.
Sementara itu, pihak dari pengacara Twitter tidak segera menanggapi permintaan komentar dan keluhan mantan karyawan. Padahal sejak mengambil alih perusahaan, Musk telah melakukan pemecatan sekitar 5.000 dari 7.500 karyawan Twitter dan menerapkan lingkungan kerja keras bagi mereka yang tersisa.