Kamis 09 Feb 2023 22:39 WIB

Sidang Gugatan UU Pemilu, Penggugat: Pemilih itu Rakyat Bukan Parpol! 

Dalam sidang gugatan UU Pemilu, pihak penggugat sebut pemilih itu rakyat bukan parpol

Rep: Febryan A/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi Pemilu. Dalam sidang gugatan UU Pemilu, pihak penggugat sebut pemilih itu rakyat bukan parpol.
Foto: republika/mgrol100
Ilustrasi Pemilu. Dalam sidang gugatan UU Pemilu, pihak penggugat sebut pemilih itu rakyat bukan parpol.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materiil Pasal 168 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) soal sistem proporsional terbuka pada Kamis (9/2/2023).

Sidang Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut beragendakan mendengarkan keterangan Pihak Terkait, yakni M. Fathurrahman, Sharlota, Asnawi. 

Baca Juga

Pihak Terkait, Sharlota yang diwakili kuasa hukumnya, La Ode Risman mengatakan sistem proporsional terbuka yang telah diberlakukan tiga kali, yakni Pemilu 2009, 2014 dan 2019 telah terbukti baik. Ia menyebut tiga pemilu itu membuktikan sistem demokrasi dan tidak ada huru-hara.

"Tidak ada persoalan integrasi oleh para Pemohon jika dihubungkan dengan Pemilihan Umum Tahun 2019 itu tidak benar dan sangat keliru. Pemilu yang diselenggarakan pada 2019 tersebut sangat demokratis dan pemohon salah memaknai peran partai politik dalam pemilu sebagaimana perintah konstitusi sangat ambigu," kata La Ode dalam persidangan.

La Ode mengatakan pentingnya keberadaan partai politik sebagai sistem pemerintahan. Namun bukan berarti mereduksi kedaulatan rakyat dalam berbangsa dan bernegara. Sehingga menurutnya, dalam pemilu rakyat harus ditempatkan pada posisi istimewa karena saluran kedaulatan berada pada rakyat.

"Pemilihan umum yang diselenggarakan atas pilihan-pilihan rakyat untuk menentukan siapa yang mereka pilih secara konstitusional karena pemilih kedaulatan itu adalah rakyat bukan partai politik dalam pelaksanaan-pelaksanaan pemilu sebelumnya dengan menggunakan sistem proporsional terbuka sudah pilihan yang terbaik dan demokratis," ujar La Ode.

Selain itu, La Ode menyebut partai politik adalah saluran alat perjuangan. Walau demikian, ia menegaskan kedaulatan mutlak bukan ada di tangan partai politik. 

"Sehingga akan menimbulkan absolutisme dengan memasung ide dan karya kader serta kepentingan perjuangan kepentingan masyarakat baik sudah lama berproses di partai politik maupun baru dengan pengertian terpilih menjadi anggota DPR atau DPRD secara langsung menjadi pengurus," ucap La Ode.

Pihak Terkait lainnya, Asnawi, yang diwakili Yudi Rijali Muslim menegaskan pengaturan UU Pemilu bertujuan agar calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dapat memaksimalkan diri dalam melakukan pendekatan penyampaian visi dan misinya kepada rakyat pemilihnya.

Kemudian mendorong parpol mengajukan kader-kader terbaiknya yang teruji dan berkualitas untuk memenangkan kursi.

"Sehingga rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara dapat memilih caleg yang benar-benar mewakilinya," ujar Yudi. Diketahui, sidang ini bakal dilanjutkan kembali pada Kamis (16/2).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement