REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Pasangan pernikahan antara suami dengan istri umumnya menginginkan keturunan dari pernikahan yang dilangsungkan. Namun jika ditelisik secara fikih, apa sebenarnya hukum memiliki anak dalam Islam? Apakah benar wajib?
Perlu diketahui apakah memiliki anak dalam Islam adalah tuntutan yang bersifat dharuri dari suatu pernikahan, ataukah hukumnya adalah mustahab. Atau jangan-jangan, hukum memiliki anak dalam Islam hanyalah mubah saja?
Allah berfirman dalam Alquran Surah An-Nahl penggalan ayat 72 berbunyi: “Wa ja’ala lakum min azwaajikum banina wa hafadatan,”. Yang artinya: “Dan Dia menjadikan untuk kalian melalui istri-istri kalian, berupa anak-anak dan cucu-cucu,”.
Dijelaskan bahwa nampaknya ayat-ayat Alquran tentang menghasilkan keturunan dalam sebuah pernikahan adalah bersifat khabariyah (informasi) dan targhib. Dalam buku Fikih Kedokteran karya Endy Astiwara dijelaskan, Imam Al-Qurthubi menafsirkan ayat tersebut ke dalam lima pokok. Antara lain adalah menunjukkan besarnya nikmat Allah dengan sebab keberadaan anak dalam rumah tangga. Serta disyariatkannya suami untuk (juga) melayani istri.
Hal ini sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW yang menjahit sendiri pakaian dan membersihkan sendiri sepatu yang hendak digunakan. Allah berfirman dalam Alquran Surah Al-Kahfi ayat 46: “Al-maalu wal-banuna zinatul-hayatiddunya,”. Yang artinya: “Harta dan anak-anak merupakan perhiasan dunia,”.
Ayat di atas merupakan penolakan halus terhadap Uyainah bin Husain yang berbangga-bangga dengan anak dan harta. Dengan demikian pernyataan tentang anak-anak di sini adalah bersifat khabariyah, sekaligus larangan untuk berbangga-bangga dengan keduanya.
Selain itu terdapat hadis shahih yang memerintahkan untuk memilih istri yang dicintai (al-wadud) dan berpotensi untuk melahirkan banyak anak (al-walud). Sebab Rasulullah SAW merasa berbahagia dengan banyaknya umatnya.
Nabi bersabda: “Tazawwajuul-wadudal-waluda. Fa-inniy mukaatsirun bikum al-umuma,”. Yang artinya: “Nikahilah wanita-wanita yang kalian cintai dan (wanita-wanita tersebut) berpotensi untuk memiliki banyak anak. Karena sesungguhnya aku (akan merasa bahagia) karena banyaknya umatku dibandingkan umat-umat lainnya,”. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Imam An-Nasa’I, Imam Baihaqi, Imam At-Thabarani, dan sejumlah periwayat hadis lainnya yang dikenal adil dan dhabit.
Oleh karena itu dijelaskan, memiliki anak adalah salah satu naluri utama manusia yang kemudian ditegaskan dalam Alquran dan hadis untuk berupaya sekuat tenaga dapat memiliki anak. Namun demikian, keinginan memiliki anak dalam Islam tak lepas dari tuntunan syariat yang berlaku. Tidak diperkenankan menginginkan anak dengan cara-cara yang haram.
Banyak anak atau kualitas anak yang utama?
Dalam keterangan di atas, Rasulullah memang menyukai jumlah umatnya yang banyak. Dalam hadis lainnya, Rasulullah juga bersabda: “Allahumma aktsir maa lahu wawaladahu wa baariklahu fiima a’thaitahu,”. Yang artinya: “Ya Allah, limpahkanlah hartanya dan limpahkanlah (jumlah) anaknya. Dan berkahilah apa yang Engkau telah berikan kepadanya,”. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim (Muttafaqun Alaih).
Memiliki banyak anak juga mendapatkan keutamaan tersendiri. Rasulullah bersabda mengenai seseorang yang derajatnya ditinggikan di surga, lalu Abu Hurairah terheran-heran dan bertanya bisakah ia juga memperoleh derajat yang tinggi seperti itu di surga, bagaimana caranya? Nabi pun menjawab: “Bistighfaari waladika,”. Yang artinya: “Disebabkan permohonan ampun dari anakmu kepada Allah SWT untukmu,”.
Namun demikian di sisi lain, kualitas dalam diri anak juga sama pentingnya. Kualitas anak yang shaleh dan shalehah serta mampu bermanfaat bagi sekelilingnya adalah hal yang tak luput ditekankan Islam. Rasulullah SAW bersabda: “Al-mukminul-qawiyyu khairun wa ahabbu ilallahi minal-mukmini ad-dha’ifi,”. Yang artinya: “Mukmin yang kuat (berkualitas) lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah,”.