REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Amerika Serikat (AS) menyatakan, Cina telah menerbangkan balon mata-mata ke lebih dari 40 negara di lima benua, kata pejabat Departemen Luar Negeri AS, Kamis (9/2/2023).
Dalam sesi pengarahan pers di Washington, juru bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) Ned Price menyebut balon Cina telah melanggar kedaulatan 40 negara di seluruh dunia.
"Ini adalah sebuah program yang telah menjangkau 5 benua, 40 negara, dan itu adalah sebuah program yang menerapkan jenis operasi ini ke seluruh dunia," kata Price dalam laman resmi Deplu AS.
AS menolak memublikasikan daftar negara yang telah menjadi bagian dari operasi balon Cina, tapi memastikan ada puluhan negara di seluruh dunia yang menjadi sasaran. "Negara-negara ini memiliki kebebasan dalam membahas apa yang telah terjadi, itu pun jika mereka bersedia melakukannya," kata Price.
AS menegaskan bahwa ketika balon pengintai memasuki wilayah udara suatu negara dengan tujuan mengumpulkan data-data intelijen maka itu dapat dikategorikan sebagai tindakan melanggar kedaulatan.
"Bagi kami, sangat jelas ini pelanggaran terhadap kedaulatan negara kami, tetapi operasi ini tidak hanya menargetkan Amerika Serikat."
AS pada awal pekan ini menggelar pertemuan di Washington dan Beijing bersama diplomat asing dari 40 negara untuk membahas insiden balon mata-mata Cina yang memasuki wilayah udara AS akhir Januari.
Pengarahan disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman kepada hampir 150 diplomat asing dari 40 kedutaan, sementara di Beijing, Kedutaan Besar AS juga mengumpulkan diplomat asing untuk mempresentasikan temuan AS tentang balon tersebut.
Dalam pengarahan di Beijing, AS menyampaikan informasi yang menunjukkan bahwa balon itu yang terbang di atas lokasi militer AS, bukanlah balon penelitian cuaca seperti yang dikatakan Cina tetapi sebuah wahana udara untuk kegiatan spionase.
Washington mengatakan balon itu dikendalikan oleh militer Cina Tentara Pembebasan Rakyat.