REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satgas Pangan Polda Banten bersama Perum Bulog mengungkap sejumlah modus yang digunakan para mafia beras dalam memanfaatkan beras Bulog. Salah satunya, untuk mendulang keuntungan tinggi hingga menyebabkan harga beras tak kunjung turun.
Dalam konferensi pers bersama yang digelar di Mapolda Banten, Jumat (10/2/2023), Direktur Utama Bulog, Budi Waseso mengungkapkan, beras medium Bulog yang dijual dari gudang seharga Rp 8.300 per kg disalahgunakan dengan cara dikemas ulang atau repackaging dengan kemasan beras premium. Beras itu, kemudian dijual kepada konsumen akhir Rp 12.000 per kg setara beras premium. Adapun, beras medium Bulog sesuai aturan pemerintah maksimal dijual seharga Rp 9.450 per kg.
Sedikitnya, ada 350 ton berss Bulog yang telah diamankan aparat polisi sekaligus tujuh tersangka. Melalui barang bukti yang diperlihatkan kepada awak media, terdapat beras yang telah diganti kemasannya dengan merk-merk beras premium yang sudah tak asing seperti Rojolele, SP, dan Dewi Sri.
“Saya menemukan pelanggaran-pelanggaran itu. Seperti persis hari ini ditemukan Polda Banten. Bagaimana mungkin beras Bulog Rp 8.300 langsung diganti bajunya dia jual dengan pasar premium Rp 12 ribu,” kata Buwas, sapaan karibnya.
Tak hanya modus repackaging, aparat kepolisian juga menemukan modus lain yakni mengoplos beras impor Bulog dengan beras lokal. Oplos beras itu sebelumnya diungkapkan Buwas agar keberadaan beras Bulog sulit terlacak setelah dikemas ulang.
Kabid Humas Polda Banten, Didik Hariyanto, menambahkan, para mafia tersebut juga memanipulasi surat delivery order (DO) dari distributor maupun mitra Bulog. Selanjutnya beras tersebut dimasukkan ke penggilingan padi seolah-olah merk sendiri padahal merupakan beras Bulog.
Polisi juga menemukan adanya modus berupa monopolis sistem dagang. Di mana pemilik outlet Rumah Pangan Kita (RPK) Bulog juga menjadi pedagang sekaligus penyalur beras Bulog yang kemudian rentan diselewengkan.
Modus-modus tersebut dilakukan lantaran beras yang sedang digunakan Bulog adalah beras impor dan memiliki kualitas premium. Alhasil, beras tersebut rawan diselewengkan dan diklaim oleh pedagang sebagai beras premium yang lebih mahal dari medium.
Kapolda Banten, Rudy Heriyanto Adi Nugroho, menyampaikan, dahulu jika ingin memalsukan beras Bulog sebagai beras premium harus melalui beberapa proses. Seperti pewarnaan, oplos, hingga pengemasan ulang. Itu karena kualitas yang setara medium.
"Sekarang, beras yang masuk sudah premium tinggal ganti kemasan sudah ada nilai lebihnya," kata Rudy.
Adapun identitas ketujuh tersangka seluruhnya laki-laki berinisial HS (36 tahun), TL (39), AN (58), BA (31), FA (42), HA (66), serta ID (30). Mereka berasal dari Lebak, Cilegon, Kabupaten Serang, Kota Serang, dan Pandeglang.
Sebanyak tujuh tersangka tersebut dipersangkakan Pasal 62 Ayat (1) Jo Pasal 8 Ayat (1) huruf a dan d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar dan Pasal 382 bis KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 dan atau Pasal 56 KUHP dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.