REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, tak mempersoalkan desakan pencopotannya dari jabatan saat ini yang menjadi rekomendasi Komisi VII DPR RI. Handoko masih berpegang pada keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait hal itu, sebab dia merasa diangkat oleh presiden melalui Keputusan Presiden (Keppres) dan dapat dihentikan dengan Keppres juga.
"Lho ya namanya juga usulan ya monggo. Itu kan namanya keputusan dan ranah politik dari anggota. Ya boleh-boleh saja, nggak apa-apa. Tapi kan kalo saya ikut saja. Kan tergantung Pak Presiden toh. Kan saya diangkat dengan Keppres, ya diberhentikan dengan Keppres," ujar Handoko kepada wartawan di Kantor BRIN, Jakarta Pusat, Jumat (10/2/2023).
Handoko juga menjelaskan, dia sudah bertemu dengan Ketua Dewan Pengarah BRIN, Megawati Soekarnoputri, untuk membicarakan hal tersebut. Menurut mantan kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu, respons Megawati biasa-biasa saja dan menganggap desakan tersebut sebagai dinamika yang memang biasa terjadi.
"Wong kan kita emang sering ketemu. Ya sudah dong. Terus kenapa? Hahaha. Ya biasa aja (responsnya). Namanya kan juga dinamika. Kalau di DPR kan biasa ya," jelas dia.
Rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menghasilkan dua rekomendasi. Pertama, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus melakukan audit khusus kepada penggunaan anggaran di BRIN tahun 2022. Kedua, Komisi VII DPR mendesak pemerintah untuk mencopot Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko.
"Komisi VII DPR RI mendesak pemerintah segera mengganti Kepala BRIN RI, mengingat berbagai permasalahan BRIN yang ada di BRIN tidak kunjung selesai," kata Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto di kompleks Senayan, Jakarta Pusat, Senin (31/1/2023).
Rapat tersebut diwarnai kritikan dan cercaan bertubi-tubi anggota Komisi VII DPR yang diarahkan kepada Laksana.