REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi mengatakan, isu tindak pidana perdagangan orang semakin kompleks dengan meningkatnya jumlah irregular migrant. Pelaku kejahatan tindak pidana perdagangan orang juga semakin canggih.
Pelaku tindak pidana perdagangan orang menggunakan teknologi untuk melakukan aksi mereka sehingga semakin sulit untuk diidentifikasi. Retno mengatakan, para korban khususnya perempuan, semakin rentan mengalami kekerasan. Dalam pertemuan Bali Process Ministerial Plenary di Adelaide, Retno menyampaikan bahwa Bali Process harus mampu beradaptasi terhadap tantangan yang semakin berkembang.
"Saya menyarankan tiga hal yang menjadi fokus Bali Process yaitu memperkuat upaya pencegahan, memerangi penyalahgunaan teknologi, dan mengoptimalkan dampak dari kerja-kerja Bali Process," ujar Retno dalam press briefing, Jumat (10/2/2023).
Retno mengatakan, secara khusus kejahatan online scam dibahas di dalam pertemuan para menteri luar negeri. Kemudian di dalam pertemuan Bali Process Ministerial Plenary juga dibahas pentingnya aspek perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang, terutama untuk perempuan dan anak.
Selain itu, perlu mencari penyelesaian bersama untuk menghadapi irregular movement yang akhir-akhir ini terjadi di kawasan, termasuk di Indonesia. Data UNHCR memperkirakan 10,9 juta orang di Asia Pasifik terancam terusir secara paksa tahun ini, karena konflik, perubahan iklim, hingga kesulitan ekonomi.