Penulisan Jurnal Ditarget, Kepala BRIN: Sudah Gak Zaman PNS 'Kerjo Ora Kerjo Dibayar'
Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) | Foto: setkab.go.id
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, menjelaskan, hasil kerja minimal (HKM) berupa hasil tulisan jurnal internasional bagi pejabat fungsional peneliti ibarat key performance indicator (KPI) bagi mereka. Ketentuan itu saat ini memang hendak benar-benar ditegakkan di BRIN agar tercipta lingkungan kerja yang lebih adil.
"Harus ada HKM, harus ada KPI-nya. Itu yang sudah diterapkan dan kita sekarang tegakkan itu. ya kalau dia tidak bisa, ya memang dia tidak layak dong dapat gaji (besar) itu. Harus fair ya. Yang kerja keras dapet 100 persen, yang tidak bisa kerja keras ya proporsional, sudah ada aturannya kan. Kita ikutin saja itu dan itu kan hal yang wajar," jelas Handoko kepada wartawan di Kantor BRIN, Jakarta Pusat, Jumat (10/2/2023).
Handoko mengatakan, seorang pejabat fungsional peneliti yang merupakan seorang pegawai negeri sipil (PNS) harus bertanggung jawab atas pekerjaannya. Menurut dia, saat ini sudah tidak zaman kerja atau tidak kerja seorang PNS mendapatkan ganjaran yang sama. Apalagi, kata dia, upah yang didapatkan mereka tidak kecil.
"Kita harus bertanggung jawab dong. Sudah nggak zamannya lagi PNS itu kerjo ora kerjo dibayar. Nggak zaman begitu. Malu kita. Nggak bisa begitu. Bayarannya gede lho ya. Jadi kalo nggak ada KPI-nya seperti dulu, ya nggak zamanlah," kata dia.
Handoko sebelumnya menjelaskan, ketentuan untuk menulis jurnal internasional bagi peneliti merupakan HKM yang diberlakukan bagi seluruh pejabat fungsional peneliti di seluruh Indonesia. Ketentuan itu bukan dikeluarkan BRIN, melainkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
"Itu bukan kebijakan BRIN, tetapi HKM yang diberlakukan bagi seluruh pejabat fungsional Peneliti di seluruh Indonesia sesuai Permenpan-RB Nomor 34 Tahun 2018 dan Permenpan-RB Nomor 20 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional Peneliti," ujar Handoko kepada Republika, Senin (6/2/2023).
Handoko menjelaskan, HKM tersebut berlaku untuk empat tahun. Jika HKM tidak tercapai, maka peneliti masih diberikan kesempatan pada empat tahun kedua. Pada empat tahun pertama, tidak diberlakukan sanksi. Jika dalam empat tahun kedua tidak juga terpenuhi, maka barulah peneliti itu diberhentikan dari jabatan fungsional peneliti.
"Sesuai Permenpan-RB di atas, HKM ini untuk empat tahun, kalau tidak tercapai masih diberi kesempatan empat tahun kedua, baru setelah itu diberhentikan sebagai Jabatan Fungsional Peneliti," kata dia.
Handoko optimistis para peneliti di BRIN mampu memenuhi HKM itu asalkan mau berkolaborasi dalam melakukan penelitian. Dia menampik adanya persoalan keterabtasan dana dalam melakukan penelitian. Menurut Handoko, saat ini dana tidak diberikan dan dibagi ke semua periset, melainkan diberikan secara kompetitif.
"Tidak ada keterbatasan dana, yang ada adalah dana diberikan secara kompetitif yang bagus proposal dan rekan jejaknya. Jadi tidak diberikan dan dibagi ke semua periset seperti dulu. Skema mobilitas periset dan hibah riset saat ini tersedia lengkap, tetapi harus kompetisi," kata dia.