REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu pasien suspek penderita gangguan gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di DKI Jakarta masih dirawat di rumah sakit. Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti memastikan pihaknya terus memantau pasien tersebut, namun dia belum memberi informasi detail mengenai perkembangannya.
"(Kondisi pasien suspek) kami pantau. Nanti akan ditetapkan rilisnya satu pintu supaya tidak membingungkan," kata Widyastuti kepada wartawan, Jumat (10/2/2023).
Widyastuti juga belum mau membeberkan lebih lanjut penyebab satu pasien suspek tersebut sebagai suspek gangguan ginjak akut. Dia menyebut pihaknya masih berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan badan pengawas obat dan makanan (BPOM).
"Kami berproses dengan tim pusat, karena pasien kan dirawat di rumah sakit vertikal. Kami bersama-sama dengan tim rumah sakit vertikal dari Kementerian Kesehatan, BPOM, dan pihak terkait untuk melakukan investigasi," jelasnya.
Sebelumnya, pada Kamis (9/2), Widyastuti juga mengatakan masih mendalami penyebab satu pasien suspek tersebut. Suspek penderita tersebut masih dalam pengawasan tim medis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), namun dia tidak menjelaskan lebih lanjut perkembangan terkini dari proses pendalaman penyebab satu pasien sebagai suspek gangguan ginjal akut. Dia memastikan pasien tersebut dalam penanganan tim medis.
"Yang lebih penting adalah bagaimana sesegera mungkin melakukan penanganan, mencari penyebab itu kan panjang yang penting mengatasi, mengobatinya dulu supaya tidak menjadi lebih berat," tuturnya.
Diketahui, setelah kasus baru terakhir laporan gangguan ginjal akut pada Desember 2022, laporan terbaru kembali dilaporkan terjadi di DKI Jakarta sebanyak dua kasus.
"Penambahan kasus tercatat pada tahun ini, satu kasus konfirmasi GGAPA dan satu kasus suspek," ujar Juru Bicara Kementerian Kesehatan M Syahril.
Berdasarkan pemaparan, satu kasus konfirmasi GGAPA merupakan anak berusia 1 tahun, mengalami demam pada 25 Januari 2023, dan diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion.
Pada 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (Anuria). Kemudian, pasien dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, untuk mendapatkan pemeriksaan, dan pada 31 Januari mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa.
Karena ada gejala GGAPA, maka direncanakan untuk dirujuk ke RSCM. Aral melintang, pihak keluarga disebut menolak dan pulang paksa. Pada 1 Februari, orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD, dan pasien sudah mulai buang air kecil.
Pada 1 Februari, pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole. Namun 3 jam setelah di RSCM pada pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia.
Sementara satu kasus lainnya masih merupakan suspek, anak berusia 7 tahun, mengalami demam pada 26 Januari, kemudian mengkonsumsi obat penurun panas sirop yang dibeli secara mandiri. Pada 30 Januari mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari Puskesmas.
Pada 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan. Pada 2 Februari dirawat di RSUD Kembangan, kemudian dirujuk, dan saat ini masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta. Pada saat ini sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait pasien ini.