REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemkot Bogor terus berkomitmen untuk menurunkan angka stunting. Pasalnya, dua tahun terakhir angka stunting naik dari sebelumnya 16 persen menjadi 18,7 persen, meskipun pertumbuhan ekonomi Kota Bogor ada di atas rata-rata.
Melihat kondisi tersebut, Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, menegaskan, Kota Bogor masih memiliki banyak pekerjaan rumah (PR). Dia pun akan melakukan langkah-langkah cepat dan memastikan semua pihak bergerak.
“Pendamping keluarga, dasawisma, meja 6 7 Posyandu, intervensi spesifik, intervensi sensitif dan edukasi digiatkan bersama Forkopimda, kepolisian akan turun melakukan pemetaan juga,” kata Bima Arya, Sabtu (11/2/2023).
Di samping itu, dia meminta, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) berada di garda terdepan. Yakni untuk menyambungkan antara Kelompok Wanita Tani (KWT), urban farming, program Bogor Berkenun, dengan kebutuhan pangan bagi yang berisiko stunting. Seperti supply untuk sayur, buah, dan ternak atau daging yang terjangkau dan murah.
“Kemudian bersama Kementerian Agama (Kemenag) kami fokus untuk edukasi pengantin agau pasangan baru menikah. Jadi kami gerak cepat untuk memobilisasi semua elemen,” tegasnya.
Di samping itu, Pemkot Bogor juga bekerja sama dengan Warga Upadaya dan Child Fund Internasional. Kerja sama ini telah berjalan sejak 2020.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Rudy Mashudi, mengatakan pada tahun lalu kerja sama ini dilakukan di empat kelurahan yakni Kelurahan Pamoyanan, Mulyaharja, Rangga Mekar, Babakan Pasar.
Rudy mengatakan, kegiatan ini merupakan sosialisasi dari hasil pembinaan selama tiga bulan. Pembinaan yang dilakukan yakni dengan memberikan edukasi kepada peserta potensial, terutama pada ibu yang memiliki anak di bawah dua tahun tak terkecuali yang berisiko stunting. Di pembinaan ini para ibu diajarkan terkait dengan pola pengasuhan, pangan gizi dan Perilaku Hidup Sehat dan Bersih (PHBS).
Dia menuturkan, pendekatan-pendekatan penanganan stunting terdiri dari dua, yaitu pendekatan spesifik yang terkait dengan kesehatan intervensinya 30 persen dan pendekatan sensitif yang terkait dengan lingkungan dan infrastruktur intervensinya 70 persen.
“Dua pendekatan ini kami coba kolaborasikan menjadi satu bagian utuh. Di wilayah yang dilakukan pembinaan, ibu-ibunya sudah tereduksi, semoga manfaatnya bisa dirasakan jangka panjang, yakni ada perubahan perilaku, perubahan mindset dan perubahan pola asuh,” ucapnya.