REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mensinyalir ada kejanggalan dalam pencarian buronan sekaligus eks Caleg dari PDIP Harun Masiku oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama ini. ICW menduga ada keanehan dalam pengusutan kasus tersebut.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengamati munculnya dugaan kejanggalan itu sudah masuk dalam radar ICW. Sehingga ICW terus memelototi Harun Masiku yang tak kunjung tertangkap.
"Harus dilihat kenapa kami fokus di isu itu (Harun)? Karena banyak kejanggalan saat proses penanganan perkaranya ya," kata Kurnia dalam diskusi yang digelar Total Politik di Jakarta Selatan pada Ahad (12/2).
Kurnia mendasari dugaan keanehan itu lantaran Harun Masiku belum tertangkap setelah pencarian bertahun-tahun. ICW berprasangka bahwa Harun dilindungi oleh pihak tertentu dengan sumber daya tertentu.
"Kalau tidak ada kejanggalan tentu bisa jadi pelaku itu melarikan diri, mempunyai sumber daya yang besar. Sehingga tak bisa dideteksi oleh penegak hukum," ujar Kurnia.
Kurnia turut menyoal sejumlah penyidik KPK yang memburu Harun Masiku justru dikembalikan ke instansi asalnya. Hal itu menurutnya menandakan keanehan yang terjadi di kasus Harun. "Dalam isu ini ada banyak penyidik dikembalikan, penggeledahan KPK gagal," ucap Kurnia.
Sementara itu, Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri menjelaskan waktu pencarian buronan kasus korupsi tak seharusnya digeneralisir. Misalnya, eks Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Izil Azhar justru tertangkap usai empat tahun pencarian.
"IA (Izil Azhar) itu empat atau lima tahun kemarin itu (akhirnya tertangkap), terus juga (banyak) orang juga sama ngomongnya ah katanya enggak berani, enggak bisa (menciduk Izil)," ucap Ali.
Ali merasa wajar terhadap kritik pencarian buronan KPK. Ia menjamin KPK terus melanjutkan perburuan dengan segala cara. "Kita coba untuk membuka diri lah, bahwa narasi-narasi yang dibangun (mengkritik pencarian) itu adalah hal yang biasa," ucap Ali.
Tercatat, KPK berhutang empat buronan yang tak kunjung terciduk. Pertama, Kirana Kotama yang buron sejak 2017 atas kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau pada 2014. Kedua, Paulus Tannos yang disebut ada di Singapura dan terjerat kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el).
Ketiga, Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak yang terlilit kasus dugaan suap pengadaan sejumlah proyek di wilayahnya.
Keempat, Harun Masiku yang sudah buron sekitar tiga tahun. Harun ditetapkan sebagai tersangka penyuap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan oleh KPK pada Januari 2020. Suap tersebut dilakukan Harun supaya bisa lolos ke DPR RI lewat mekanisme pergantian antar waktu (PAW). Harun Masiku sebenarnya sudah masuk daftar red notice Interpol. Tetapi sampai saat ini keberadaannya belum terlacak.