REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Media Myanmar melaporkan, junta militer akan memperbolehkan warga sipil 'yang loyal pada negara' mengajukan izin membawa senjata api. Laporan ini berasal dokumen pemerintah militer Myanmar yang belum terkonfirmasi.
Dokumen bocor yang kabarnya dari kementerian dalam negeri itu, menggambarkan kriteria warga yang diperbolehkan mengajukan izin kepemilikan senjata api. Pakar khawatir mengizinkan warga sipil membawa senjata api akan memperkuat kelompok pro-junta.
Langkah ini juga dikhawatirkan hanya akan meningkatkan kekerasan dan bentrokan yang sudah hampir setiap hari terjadi antara militer dan gerakan pro-pemerintah sipil. Selain loyal pada junta, dokumen tersebut juga mencantumkan syarat-syarat lain seperti usia di atas 18 tahun dan menunjukkan kebutuhkan senjata untuk keamanan.
Hingga Senin (13/2/2023) dokumen setebal 15 halaman itu belum dapat diverifikasi. Belum diketahui kapan peraturan tersebut akan diberlakukan. Juru bicara militer belum dapat dimintai komentar.
Dokumen itu mengizinkan anggota lembaga kontra-pemberontakan, milisi bersenjata resmi pemerintah dan pensiunan militer untuk membawa pistol, senapan dan senapan mesin selama mereka memiliki izin.
Pemerintah militer juga memiliki hak untuk mengimpor dan menjual senjata api dan amunisi yang memiliki lisensi dari kementerian pertahanan. Jenderal negara Asia Tenggara itu menggelar kudeta pada Februari 2021. Setelah lima tahun berbagi kekuasaan dengan sipil.
Organisasi pemantau konflik yang bermarkas di Amerika Serikat (AS) Acled mengatakan tahun lalu 19 ribu orang tewas dalam penindakan keras militer pada unjuk rasa anti-juta. Penindakan keras ini mendorong gerakan bersenjata pro-demokrasi.
Menurut PBB konflik mengakibatkan 1,2 juta orang mengungsi dan lebih dari 70 ribu meninggalkan Myanmar. PBB juga menuduh militer melakukan kejahatan perang dan kejahatan pada kemanusiaan.