REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dijelaskan bahwa orang yang tidak mensyukuri nikmat dari Allah SWT artinya dia sedang berusaha mengusir nikmat tersebut. Sementara orang yang mensyukuri nikmat dari Allah SWT artinya sedang menjaga atau mengikat nikmat tersebut.
"Barang siapa yang tidak mensyukuri nikmat maka ia telah menyerahkan diri untuk kehilangan nikmat itu. Barang siapa yang mensyukurinya maka ia telah mengikat nikmat itu dengan erat." (Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam)
Jika kamu tidak mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, berupa nikmat harta, kesehatan, anak-anak, dan lain sebagainya. Maka sebenarnya kamu sedang mempersiapkan diri untuk kehilangan nikmat tersebut.
Jangan kamu membalas kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT dengan perbuatan maksiat yang kamu lakukan.
Syukurilah semua nikmat yang diberikan oleh Allah SWT kepada kamu. Selain mendapatkan tambahan nikmat, kamu juga akan mendapatkan pahala dan kenikmatan ruhiyah yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun di dunia ini.
Jika kamu bersyukur maka sebenarnya kamu sedang mengikat dengan kuat nikmat-Nya yang diberikan kepada kamu. Semakin kamu bersyukur, semakin banyak nikmat-Nya yang akan diberikan kepada kamu.
Syukur akan berbuah nikmat, sedangkan ingkar akan berbuah sengsara. Hal ini dijelaskan Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam dengan penjelasan tambahan oleh Penyusun dan Penerjemah Al-Hikam, D A Pakih Sati Lc dalam buku Kitab Al-Hikam dan Penjelasannya yang diterbitkan penerbit Noktah tahun 2017.
Terjemah kitab Al-Hikam oleh Ustaz Bahreisy menambah penjelasan perkataan Syekh Athaillah. Ia mengutip hadist Nabi Muhammad SAW.
An-Nu'man bin Basyir mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Siapa yang tidak dapat mensyukuri nikmat yang sedikit, maka tidak akan bisa mensyukuri nikmat yang banyak. Siapa yang tidak berterimakasih kepada sesama manusia, tetapi tidak bersyukur kepada Allah SWT."
Syukur itu merasa dalam hati, menyebut dengan lidah dan mengerjakan dengan anggota badan.