REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Pasukan Israel menembak mati seorang anak Palestina berusia 14 tahun bernama Qusai Radwan di Jenin, Tepi Barat, Ahad (12/2/2023). Dia terbunuh ketika pasukan Israel menggelar operasi penggerebekan di wilayah tersebut.
Kementerian Kesehatan Palestina mengungkapkan, Radwan tewas akibat tertembak di bagian perut. Militer Israel menjelaskan, operasi penggerebekan di Jenin bertujuan menangkap seorang terduga anggota kelompok militan Palestina. Ketika operasi dilakukan, para personel keamanan Israel mengklaim ditembaki. Mereka pun dilempari batu dan alat peledak.
Menanggapi hal itu, pasukan Israel melepaskan tembakan ke arah datangnya serangan. “Kami mengetahui laporan mengenai sejumlah orang bersenjata yang terluka selama baku tembak,” kata militer Israel dalam keterangannya tanpa menyinggung tentang tewasnya seorang anak Palestina dalam kejadian tersebut, dikutip laman Al Arabiya.
Setelah operasi penggerebekan tersebut, pasukan Israel menangkap seorang warga bernama Jebril Zubeidi. Menurut militer Israel, Zubeidi terlibat dalam aktivitas teroris terhadap pasukan keamanan dan merencanakan serangan.
Tewasnya Qusai Radwan dalam operasi penggerebekan di Jenin terjadi saat prosesi pemakaman Mitkhal Suleiman Rayyan berlangsung di sisi lain Tepi Barat. Rayyan adalah warga Palestina berusia 27 tahun yang tewas akibat ditembak di bagian kepala oleh pasukan Israel di dekat desa Qarawat Bani Hassan, Sabtu (11/2/2023) lalu. Sebelum penembakan terhadap Rayyan terjadi, pasukan Israel sempat terlibat bentrok dengan warga Palestina di daerah tersebut.
Sepanjang tahun ini, menurut angka yang dirilis otoritas Palestina, Israel telah membunuh 46 warga Palestina. Jumlah itu termasuk warga yang dituduh Israel anggota kelompok milisi.
Akhir bulan lalu Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan, Israel telah merusak potensi solusi dua negara. Aksi kekerasan terhadap warga Palestina yang terus berlanjut dan dilanggarnya perjanjian bersama serta hukum internasional oleh Tel Aviv telah memperburuk keadaan di lapangan.
“Kami menegaskan bahwa pemerintah Israel bertanggung jawab atas apa yang terjadi hari ini, karena praktiknya yang merusak solusi dua negara dan melanggar perjanjian yang ditandatangani, serta karena kurangnya upaya internasional untuk membongkar pendudukan, mengakhiri rezim permukiman, dan kegagalan untuk mengakui negara Palestina dan keanggotaan penuhnya di PBB," kata Abbas ketika menyambut kedatangan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken di Ramallah, 31 Januari lalu.
Abbas mengungkapkan, upaya rakyat Palestina mempertahankan keberadaan dan hak-hak sah mereka di forum dan pengadilan internasional terus memperoleh penentangan. Menurutnya, hal itu pun turut mendorong Israel melakukan lebih banyak kejahatan dan melanggar hukum internasional.
“Ini terjadi pada saat Israel diabaikan, tanpa pencegahan atau pertanggungjawaban, karena melanjutkan operasi sepihaknya, termasuk permukiman, pencaplokan tanah, teror pemukim, menyerbu wilayah Palestina, kejahatan membunuh, penghancuran rumah, pemindahan paksa warga Palestina, mengubah identitas Yerusalem, serta melanggar status quo sejarah dan pelanggaran kesucian Masjid Al-Aqsha,” kata Abbas.
Abbas menekankan, Palestina selalu menunjukkan komitmen terhadap resolusi legitimasi internasional, penolakan kekerasan dan terorisme, serta menghormati perjanjian yang ditandatangani. “Kami sekarang siap bekerja dengan Pemerintah AS dan komunitas internasional untuk memulihkan dialog politik guna mengakhiri pendudukan Israel atas Palestina di perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” ujarnya.