REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang wafat, Muadz bin Jabal RA berdoa, "Ya Allah, aku dulu cemas terhadap (siksa)-Mu, sekarang aku mengharapkan-Mu. Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku tidak pernah menyukai dunia dan umur panjang di dalamnya karena mengalirnya air sungai-sungai ataupun suburnya pepohonan, melainkan rasa haus di siang terik (dalam puasa) dan giat berlama-lama (dalam ibadah) serta berkumpul bersama para ulama dalam majelis dzikir."
Ketika sekaratnya menghebat, jauh lebih hebat daripada yang dirasakan orang lain, dia pun jatuh pingsan berkali-kali. Setiap kali siuman, dia membuka matanya lalu berdoa, "Tuhanku, betapa amuk-Mu hebat menimpaku. Demi kemuliaan-Mu, Engkau mengetahui bahwa hatiku mencintai-Mu."
Muadz bin Jabal merupakan salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkemuka. a dijuluki sebagai "pelita ilmu dan amal." Sebab, pribadinya yang tidak hanya saleh, melainkan juga sangat berilmu.
Mu'adz bin Jabal diketahui wafat pada tahun ke-18 Hijriah. Sebelum berpulang ke rahmatullah, ia sempat berada di tengah daerah Syam yang dilanda wabah penyakit. Waktu itu, usianya masih cukup muda, baru 33 tahun. Meninggalnya Mu'adz merupakan kabar duka bagi Muslimin, khususnya Umar yang kala itu menjadi khalifah. Bagaimana tidak? Amirul mukminin merasa, dengan wafatnya maka diangkatlah satu muara ilmu-ilmu agama yang sangat dibutuhkan umat Islam.