REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ekonom Universitas Airlangga (Unair) Dyah Wulansari menjelaskan dampak fenomena childfree dalam perkembangan ekonomi. Menurut Dyah, aksi tidak memiliki anak dapat memberikan dampak positif dan negatif.
Dia mengatakan, childfree untuk beberapa pihak dapat menguntungkan. Perempuan yang memilih untuk tidak punya anak dapat menguntungkan perusahaan tempatnya bekerja.
"Bagi pengusaha itu senang juga, karena si wanita tidak punya anak, dia bisa bekerja dan tidak cuti melahirkan. Itu ada undang-undangnya, bahwa wanita yang bekerja dan dia melahirkan, maka berhak mendapatkan cuti. Itu (positif) dari sisi pengusaha," ujarnya, Senin (13/2/2023).
Kendati demikian, Dyah mengatakan, fenomena tersebut telah mempengaruhi demografi beberapa negara. Contohnya, Jepang dan Korea Selatan. Kedua negara ini bahkan memberikan insentif untuk mendorong warganya agar memiliki anak karena tingkat kelahiran yang semakin turun. Tren angka kelahiran yang rendah dalam jangka panjang dapat menyebabkan krisis sumber daya manusia dan memengaruhi ekonomi sebuah negara.
"Kalau di luar, negara yang penduduknya sedikit, mungkin boleh dikatakan krisis sumber daya sehingga harga tenaga kerja mahal. Mereka akan diganti oleh mesin-mesin, itu akan berkembang seperti itu," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unair tersebut.
Dyah melanjutkan, banyak hal yang bisa dilakukan dan menjadi solusi bagi wanita yang ingin tetap bekerja walaupun mempunyai anak. Misalnya, dengan menitipkan anak di childcare, hingga meminta bantuan kepada orang dekat. Ia menegaskan, tidak mempunyai anak bukan jaminan menjadikan hidup seseorang lebih bahagia.
"Kalau ingin bahagia itu tidak harus tidak punya anak. Banyak sekali alternatif yang bisa dilakukan, seperti hidup sehat, bagaimana menyikapi diri, olahraga, makan yang teratur, dan keseimbangan dalam hidup," ujarnya.