REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks menteri luar negeri (menlu) Marty Natalegawa menilai, Perserikatan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tak seharusnya mengucilkan junta militer Myanmar. Hal itu karena bakal dianggap bisa menguntungkan pihak junta.
Marty mengatakan, pengucilan Myanmar dalam berbagai pertemuan ASEAN juga membuat junta semakin nyaman untuk terus melakukan tindakannya. "Saat ini junta tidak diundang ke KTT ASEAN, (padahal) saya kira itu perlu," ujar Marty usai acara Simposium Perayaan 50 Tahun Hubungan ASEAN-Jepang di Jakarta, Senin (13/2/2023).
"Faktanya, (dengan tidak diundang) ini membuat mereka tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Bagi junta militer, pengucilan adalah zona nyaman mereka. Mereka dikucilkan mereka justru tenang-tenang saja," ujar Marty menambahkan.
Mantan perwakilan tetap Indonesia untuk PBB pada 2007-2009 itu menyebutkan, ASEAN perlu mencari upaya lain untuk menggerakkan junta agar melaksanakan Konsensus Lima Poin. Kelima poin dalam konsensus yang disepakati Myanmar dengan para pemimpin ASEAN itu adalah pengakhiran segera kekerasan di Myanmar.
Selain itu, dialog antara semua pihak terkait, penunjukan utusan khusus, penyaluran bantuan kemanusiaan oleh ASEAN untuk Myanmar, dan kunjungan utusan khusus ASEAN ke Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak. Menurut Marty, pengucilan terbukti tidak berhasil membuat junta mau menegakkan satu poin pun dari konsensus tersebut.
Marty menyarankan, ASEAN bisa menyediakan kursi Myanmar dalam pertemuan ASEAN untuk Persatuan Pemerintah Nasional Myanmar (NUG), yang merupakan kelompok oposisi prodemokrasi. ASEAN juga harus memulai langkah bisa mendorong komunikasi secara terbuka dengan pihak-pihak pro-demokrasi di Myanmar.
"Itu pasti akan membuat junta berpikir bahwa tindakan mereka itu ada akibatnya, ada konsekuensi dari sikap keras kepala mereka," kata Marty. Penyelesaian krisis Myanmar, menurut Marty, penting untuk membuktikan kapasitas dan relevansi ASEAN sebagai organisasi regional, penjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan.
Dia menambahkan, ASEAN juga bisa mengirim tim ke Myanmar untuk memonitor tindakan junta dan mengumumkan hasil dari pemantauan itu. "Bahkan bisa mendorong Dewan Keamanan PBB untuk memberikan kewenangan kepada ASEAN untuk memberikan kapasitas memonitor pelaksanaan (konsensus)," ucap Marty.