Selasa 14 Feb 2023 10:42 WIB

Soal Utang Anies-Sandi di Balik Layar, Fahri Singgung Pemufakatan Jahat

Fahri meminta KPK mengawasi perjanjian di balik layar,

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah di kawasan Senayan, Jakarta, Senin (17/2).
Foto: Republika/Mimi Kartika
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah di kawasan Senayan, Jakarta, Senin (17/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan utang-piutang dana kampanye untuk Anies-Sandi dalam Pilgub DKI 2017 terus bergulir. Setelah diungkap Sandiaga Uno sendiri, Anies Baswedan telah pula memberikan keterangan merinci perihal dukungan berbentuk utang itu.

Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah mengatakan, perjanjian semacam itu tidak boleh ada. Lalu, ia turut mengajak semua berkomitmen agar perjanjian utang-piutang antara politisi di belakang layar itu harus ditiadakan.

Baca Juga

Sebab, ia berpendapat, itu bisa disebut sebagai permufakatan jahat. Hal itu dikarenakan niat perjanjian mau menggunakan kekuasaan untuk tujuan yang tidak ada dalam peraturan dan tujuan penyelenggaraan kekuasaan itu sendiri.

"Maka, itu tidak boleh ada, ini harusnya warning ya, KPK harusnya mengincar itu, kalau ada orang bikin perjanjian dengan pengusaha, dengan orang kaya, duit dan sebagainya, harus ditangkap itu, tidak boleh ada," kata Fahri, Selasa (14/2).

Terkait korupsi, ia menerangkan, ketika ada calon kepala daerah meminjam uang Rp 50 miliar dengan mengatakan nanti kalau menang tidak usah dilunasi uang pinjaman itu tetap tidak hilang. Artinya, uang harus tetap dikompensasi dari kekuasaan.

Perihal ini, Fahri mengaku tidak bermaksud menyampaikan kritik kepada seseorang. Tapi, ia menekankan, harus sudah tidak ada perjanjian-perjanjian semacam ini di belakang layar dengan siapapun, yang mana akan mengikat pejabat-pejabat publik.

"Sehingga, nanti di ujung pejabat publik itu tidak menjalankan kekuasaan secara transparan karena ada deal di belakang layar harus dihentikan, kalau mau bersih dari korupsi begini cara kelola negara, hentikan permainan di belakang layar," ujar Fahri.

Hal ini masuk pula korupsi kekuasaan seperti pemanfaatan kewenangan, izin-izin, anggaran negara dan sebagainya. Maka itu, ia meminta KPK usut karena tidak boleh politisi buat perjanjian dengan pemilik modal untuk membantu di belakang layar.

Malah, lanjut Fahri, kalau mau letakkan di depan dan penyumbang-penyumbang ini cukup mencantumkan nama secara resmi dan melobi secara resmi institusi atau orang terpilih itu. Ia berpendapat, itu malah tidak akan menjadi masalah.

Di AS, misal, ada donor Demokrat dan donor Republik. Hal itu diumumkan dan negara tidak boleh mengganggu seperti gara-gara dia penyumbang dan partai itu kalah negara tetap tidak boleh. Sebab, hak donor harus pula tetap dilindungi.

"Tapi, kepentingan donor itu nanti formil, saya pengusaha ini saya minta anda bela ini, tidak ada masalah. Tapi, kalau diam-diam di belakang layar kan berbahaya, tidak boleh diteruskan itu praktek," kata Fahri.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement