REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –Isra Miraj merupakan peristiwa yang sangat penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini, perintah shalat diturunkan langsung kepada Nabi Muhammad SAW. Peristiwa itu sendiri terjadi pada 27 Rajab, sehingga bulan Rajab ini menjadi salah satu bulan yang dimuliakan dalam Islam.
Menurut Ustadz Adi Hidayat dalam ceramahnya, peristiwa Isra Mi'raj terjadi pada tahun ke-10 dari kenabian Rasulullah SAW dan diawali dengan wafatnya istri Rasulullah, Khadijah dan tak berapa lama, paman Nabi, Abu Thalib juga meninggal dunia . Keduanya, merupakan orang-orang terdekat Nabi yang selama ini mendukung, melindungi dan menjadi perisainya.
“Bagaimana ketika Nabi menghadapi berbagai tantangan yang ada di masyarakat Makkah pada masa itu, maka pamannya adalah orang pertama yang maju membela Nabi, yang memberikan penjelasan-penjelasan yang melindungi keadaan Rosul , baik dakwahnya maupun fisiknya,” kata Adi Hidayat.
Begitu juga dengan sosok istri tercintanya, Sayyidatina Khadijah yang selalu menentramkan dengan penuh rasa kasih. Bahkan ketika pertama kali Nabi bertemu malaikat Jibril saat menerima puncak wahyu maka Khadijah adalah sosok yang paling berhasil menenangkan, mendamaikan dan menguatkan Nabi.
Nabi diliputi kesedihan dan duka yang mendalam. Dalam keadaan demikian hilangnya perisai, maka cacian, intimidasi, dirasakan langsung oleh Nabi tanpa sekat ketika menyampaikan dakwah, dan ketika pulang ke rumah pun, tidak ada lagi sosok khadijah yang memberikan kedamaian untuknya.
Maka Nabi SAW kemudian melakukan perjalanan ke wilayah Thaif, dengan secercah harapan akan ada penduduk yang mau menerima risalah dakwahnya. Maka berangkatlah Nabi dengan ditemani Zaid bin Haritsah, putra angkat beliau dengan perjalanan sepanjang 100 kilometer.
“Tapi apa yang terjadi? harapan yang membumbung tinggi itu, bisa berdakwah dengan ketenangan, tapi ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang dihadapi, alih-alih Bani Thaif datang menyambut dengan kehormatan, justru merespon dengan tindakan yang menyakiti,” kata Adi Hidayat.
Nabi dilempari batu hingga kakinya terluka. Zaid yang menemani Nabi pun harus mengalami luka di kepalanya akibat lemparan batu. Nabi dan Zaid kemudian pergi bersembunyi di sebuah kebun dan ketika tengah bersandar pada sebuah pohon anggur, Allah memerintahkan Malaikat Jibril.
Malaikat Jibril diperintahkan Allah untuk menyampaikan pesan kepada malaikat penjaga bukit Thaif, “ya Rasul, apapun yang engkau minta saat ini, bila harus mengangkat bukit ini dan menimpa mereka yang menyakitimu maka seketika aku akan lakukan.”
Namun apa jawaban Rasulullah, “Jangan lakukan, boleh jadi mereka menghadirkan respon yang menyakiti dan melukai itu, bukan karena diniatkan untuk sengaja melukai, sengaja menyakiti, namun mereka melakukan karena mereka belum tahu saja hakikat tentang sesuatu, mereka belum tahu manfaat agama ini, maka saya berharap esok lusa ada keturunan di bani Thaif ini yang kelak akan beriman kepada risalah muhammad,”
Seketika Rasul berdoa,
اللّهُمّ إلَيْك أَشْكُو ضَعْفَ قُوّتِي ، وَقِلّةَ حِيلَتِي ، وَهَوَانِي عَلَى النّاسِ، يَا أَرْحَمَ الرّاحِمِينَ ! أَنْتَ رَبّ الْمُسْتَضْعَفِينَ وَأَنْتَ رَبّي ، إلَى مَنْ تَكِلُنِي ؟ إلَى بَعِيدٍ يَتَجَهّمُنِي أَمْ إلَى عَدُوّ مَلّكْتَهُ أَمْرِي ؟ إنْ لَمْ يَكُنْ بِك عَلَيّ غَضَبٌ فَلَا أُبَالِي ، وَلَكِنّ عَافِيَتَك هِيَ أَوْسَعُ لِي ، أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِك الّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظّلُمَاتُ وَصَلُحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدّنْيَا وَالْآخِرَةِ مِنْ أَنْ تُنْزِلَ بِي غَضَبَك أَوْ يَحِلّ عَلَيّ سُخْطُكَ، لَك الْعُتْبَى حَتّى تَرْضَى وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوّةَ إلّا بِك
Artinya: "Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maharahim, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli sebab sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada cahaya dzat-Mu yang menyinari kegelapan dan karena itu yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat dari kemurkaan-Mu dan yang akan Engkau timpakan kepadaku. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha kepadaku. Dan, tiada daya upaya melainkan dengan kehendak-Mu."
“Doa Nabi inilah yang menggetarkan ‘Arsy, dan menghadirkan undangan spesial dari Allah untuk menunaikan peristiwa Isra Mi'raj,” kata Adi.