Rabu 15 Feb 2023 04:00 WIB

Empat Tanda Pernikahan Rawan Perceraian, Akurasinya Diklaim Lebih dari 90 Persen!

Polah pasangan dapat menjadi pertanda pernikahan sulit dipertahankan.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Suami istri (ilustrasi). Baik suami maupun istri perlu memahami pentingnya belajar mengenali ketika salah satu sedang kewalahan dalam hubungan.
Foto: Republika/Prayogi
Suami istri (ilustrasi). Baik suami maupun istri perlu memahami pentingnya belajar mengenali ketika salah satu sedang kewalahan dalam hubungan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selalu ada tantangan dalam setiap pernikahan. Sebuah penelitian oleh Institut Gottman mengungkapkan empat tanda yang kerap menjadi tanda sebuah pernikahan rentan mengarah ke perceraian. Bahkan, akurasinya diklaim lebih dari 90 persen.

Studi digagas oleh John Gottman, salah satu pendiri Institut Gottman. Institut itu menyediakan konseling pasangan dan memberikan edukasi kepada penyedia perawatan kesehatan mental. Berikut empat tanda tersebut, dikutip dari laman Today, Selasa (14/2/2023)

Baca Juga

Kritik beracun

Kritik beracun adalah indikator pertama dari masalah pernikahan yang perlu ditangani. Sebaiknya, tidak terlalu sering mengkritik pasangan atau memperlakukannya secara tidak adil, termasuk membuat generalisasi dari kebiasaan buruk pasangan.

Melakukan generalisasi seperti menuding pasangan tidak pernah atau melakukan kebiasaan tertentu bukan wujud komunikasi yang konstruktif. Mengomentari karakter seseorang termasuk kritikan toksik dan tak berfokus pada masalah yang dihadapi.

Defensif

Contoh sikap defensif yang bisa merusak pernikahan, yakni hanya mengemukakan alasan untuk suatu tindakan tanpa menunjukkan pertanggungjawaban. Jika pasangan mengeluhkan salah satu perilaku kita, cobalah bertanggung jawab atas itu.

Renungkan apakah satu persen dari hal yang dikeluhkan pasangan benar atau tidak. Jika memang benar, pertanggungjawabkan satu persen hal yang dikeluhkan itu. Masalahnya, kebanyakan orang malah sibuk membela diri sehingga empati hilang dalam percakapan.

Stonewalling

Istilah ini merujuk pada sikap menutup percakapan sepenuhnya dari pasangan, bahkan enggan kontak secara fisik. Ibaratnya, seperti ngomong sama tembok.

Tidak sedikit pasangan yang memilih diam alih-alih berkomunikasi supaya tak terlibat pertengkaran. Masalahnya, hal ini justru tidak menyelesaikan apa pun.

Kedua belah pihak perlu memahami pentingnya belajar mengenali ketika pasangan sedang kewalahan dalam hubungan. Jika itu terjadi, tumbuhkan pengertian terhadap pasangan. Memilih untuk benar-benar jeda boleh saja, tapi seharusnya tidak lebih dari sehari.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement