REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih melakukan pembahasan Rancangan Undang Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) pada tahun ini. RUU yang direncanakan rampung pada puncak acara KTT G20 tahun lalu akan molor hingga September tahun ini.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan, saat ini pemerintah dan DPR sudah menyepakati 160 poin Daftar Invetaris Masalah (DIM) dari 574 poin yang menjadi inti dari RUU EBT ini. Dadan menargetkan RUU ini bisa segera disahkan paling lambat September mendatang.
"Kami masih melakukan pembahasan dan poin-poin DIM. Kami menargetkan September bisa selesai," ujar Dadan dalam Economic Outlook 2023, Selasa (14/2/2023).
Melalui UU ini, harapannya bisa mengakselerasi pengembangan EBT di Indonesia. Terlebih lagi, Indonesia sudah meneken komitmen Paris dalam langkah bersama mengurangi emisi karbon. Pada tahun lalu, ketika Indonesia menjadi tuan rumah G20, pemerintah jug berkomitmen untuk mencapai karbon netral pada 2060.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, RUU EBT diperlukan untuk mendukung pembangunan industri hijau dan pertumbuhan ekonomi nasional. Terbitnya RUU EBT diharapkan dapat memberikan kepastian dan landasan hukum bagi pengembangan EBT dan pelaksanaan program pendukungnya.