REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma’ruf Amin mendorong pelibatan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta untuk mempercepat penurunan stunting di Indonesia. Di sisi lain, para civitas akademika perguruan tinggi juga dinilai memiliki peranan penting dalam upaya penguatan moderasi beragama.
Pemerintah saat ini secara agresif telah mengambil langkah penanganan stunting dan menargetkan agar stunting turun 14 persn pada 2024. "Untuk itu dibutuhkan kerja cepat, kerja cerdas, dan yang terpenting, kerja kolaborasi semua pihak, termasuk partisipasi aktif perguruan tinggi,” kata Ma’ruf dikutip dari siaran pers, Rabu (15/2/2023).
Hal tersebut disampaikan Ma'ruf saat menerima audiensi Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama Suyitno, Rektor Universitas Terbuka Ojat Darojat, Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta Widya Priyahita, dan akademisi Rizqon Halal Syah Aji serta Ifan Haryanto, di Kediaman Resmi Wapres, Jalan Diponegoro No 2 Jakarta Pusat, Senin (13/2/2023) lalu.
Wapres mengingatkan untuk mempercepat penurunan stunting. Mengingat, survei Status Gizi Indonesia Tahun 2022 menyebutkan angka prevalensi stunting masih berada di angka 21,6 persen, sedangkan pemerintah menargetkan prevalensi stunting 14 persen pada 2024.
"Untuk itu, diperlukan upaya percepatan pengentasan stunting agar target prevalensi stunting 14 persen pada 2024 dapat tercapai," ujarnya.
Terkait upaya penguatan moderasi beragama, Wapres juga berharap perguruan tinggi dapat terus bersinergi dengan pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya untuk mengawal moderasi beragama di tanah air. Civitas akademika juga diminta memahami, mendalami serta mengimplementasikan nilai dan konsep moderasi beragama di lingkungan kampus.
“Konsep moderasi beragama sejalan juga dengan misi Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, dan terkmaktub dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 143,” katanya.
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag Suyitno menambahkan pentingnya moderasi beragama di perguruan tinggi. Pendidikan moderasi beragama dimaksudkan untuk menjaga agar praktik ajaran agama tidak terjebak secara eksklusif yang meniadakan wawasan kebangsaan.
Meskipun Islam mayoritas, tetapi pemerintah memfasilitasi kepentingan seluruh agama tanpa terkecuali. “Kenapa ini penting? Menurut saya moderasi beragama ini harus diperkuat lagi di kampus,” katanya.
Kaban pun memaparkan empat indikator dalam moderasi beragama yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, antikekerasan, dan akomodatif terhadap budaya lokal. “Komitmen kebangsaan termasuk cinta tanah air menjadi hal mendasar yang harus dimiliki akademisi agar dapat menyampaikan nilai-nilai kebangsaan sesuai Pancasila,” ujarnya.