REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (14/2/2023) menyerukan bantuan senilai 43 juta dolar AS (sekitar Rp654,3 miliar) untuk mendukung tanggapan gempa bumi di Turki dan Suriah.
"Saya berharap, angka ini sedikitnya berlipat ganda dalam beberapa hari ke depan, ketika kami memperoleh penilaian lebih baik tentang besarnya skala krisis dan kebutuhannya," kata Direktur Regional WHO untuk Eropa, Hans Kluge, dalam jumpa pers terkait kebutuhan dan tanggapan kesehatan mendesak di Turki setelah gempa bumi pekan lalu.
Kluge mengatakan bahwa uang itu akan digunakan untuk memastikan akses ke warga yang paling rentan dan sulit dijangkau, menyediakan perawatan trauma dan rehabilitasi pascatrauma, serta menyediakan obat-obatan penting dan perlengkapan darurat untuk mengisi kesenjangan perawatan kesehatan yang mendesak.
Dana tersebut juga akan digunakan untuk memberikan dukungan mental dan psikososial yang penting kepada warga yang terdampak, dan memastikan keberlanjutan layanan kesehatan rutin, terutama untuk perempuan, anak-anak, orang tua, dan mereka yang memiliki penyakit tidak menular.
Kluge mengatakan bahwa WHO mengirimkan penempatan Tim Medis Darurat terbesar di wilayah Eropa dalam 75 tahun.
"Kita menyaksikan bencana alam terburuk di Wilayah Eropa WHO selama satu abad. Kami masih mempelajari seberapa besar dampaknya. Dampak sebenarnya belum diketahui," kata dia.
"Pemulihan dan penyembuhan akan membutuhkan waktu dan upaya yang luar biasa. Tetapi saya bisa meyakinkan Anda bahwa WHO akan tetap teguh, bersama rakyat Turki dan Suriah, selama dibutuhkan," ujar dia menambahkan.
Sejauh ini, sebanyak 12 tim medis darurat WHO telah tiba di Turki dan 10 lainnya sedang dalam perjalanan.
"Sekarang adalah waktunya bagi komunitas internasional untuk menunjukkan kemurahan hati yang sama seperti yang ditunjukkan Turki kepada negara lain selama bertahun-tahun," kata Kluge.
Turki, menurut dia, telah menampung 4,2 juta pengungsi--populasi pengungsi terbesar di dunia.
Kluge juga berterima kasih kepada Kementerian Kesehatan Turki dan Menteri Fahrettin Koca, atas kepemimpinan dan koordinasinya dengan komunitas internasional selama 24 jam penuh.
Sementara itu, Perwakilan WHO di Turki Batyr Berdyklychev mengatakan bahwa kerusakan parah pada sistem air dan sanitasi menjadi perhatian, dan itu meningkatkan risiko penyakit yang ditularkan melalui air dan wabah penyakit menular.
Kantor WHO Turki bekerja di bawah mekanisme tim negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan sejumlah kementerian Turki, termasuk kesehatan, karena bencana itu membutuhkan tanggapan yang komprehensif, termasuk penyediaan air, perlindungan, sanitasi, makanan, dan tempat tinggal, kata Berdyklychev.
Berdyklychev mengatakan bahwa orang-orang telantar yang tinggal di komunitas padat juga lebih rentan terhadap risiko wabah, seperti influenza musiman dan Covid-19.