REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo, mengisi sesi Leadership Forum dalam Rakernas I Partai Ummat. Dalam paparannya, Gatot menyampaikan kalau rakyat hari ini mendambakan kekuasaan moralitas dan keadilan sosial.
Ia menekankan, kekuasaan yang moralitas itu merupakan kekuasaan yang seluruhnya memang dikerahkan hanya untuk rakyat. Sayangnya, Gatot berpendapat, apa yang diinginkan rakyat itu telah gagal dihadirkan oleh pemerintahan hari ini.
"Terjadi diskriminasi dan pemerintah telah gagal memberikan keadilan," kata Gatot, Rabu (15/2).
Ia menerangkan, indikasi kegagalan itu ada orang yang memiliki 5,7 hektar tanah. Tapi, di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan lain-lain masih saja ada penggusuran tanah yang cuma satu petak. Gatot merasa, itu tidak adil.
Contoh lain, di Papua, untuk sanitasi kebersihan nilainya sangat jauh dari kota-kota besar. Dibandingkan ibu kota negara, DKI Jakarta yang memiliki nilai 90 lebih, Papua hanya mendapatkan nilai 1 atau 2 yang sangat jauh perbedaannya.
Gatot menegaskan, kondisi itu lebih parah kalau kita membicarakan kekayaan. Ia menilai, kondisi-kondisi seperti itu yang membuat kita sebagai bangsa bisa retak dan bubar. Sebab, di Tanah Air ini masih ada yang menikmati surga Indonesia. "Tapi, lebih banyak yang menikmati nerakanya Indonesia," ujar Gatot.
Ia menilai, itu disebabkan salah satunya karena sebagian besar mutu pendidikan di negeri ini kurang bermutu. Tidak heran, banyak tenaga kerja asing banyak masuk ke Indonesia.
Akhirnya, banyak yang berusaha di sektor informal dengan jabatan paling rendah dan gaji paling kecil yang hanya bisa bertahan untuk hidup agar tidak mati. Mereka tidak bisa bersaing dengan ekonomi modern yang menggunakan IT.
"Inilah terjadi dikotomi hitam dan putih, saya bicara berdasarkan data," kata Gatot.