Upaya Pemkab Banyumas Cegah Pernikahan Dini yang Masih Marak
Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Yusuf Assidiq
Ilustrasi Pernikahan Dini | Foto: MGROL100
REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Pemkab Banyumas terus berupaya mengatasi tingginya fenomena pernikahan dini di wilayah setempat. Berdasarkan data Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten Banyumas, sepanjang 2022 jumlah dispensasi nikah untuk anak di bawah umur masih cukup tinggi, meskipun mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.
Kasi Bimas Islam Kemenag Banyumas, Afifuddin Idrus menjelaskan, pada 2022 jumlah anak yang menikah di bawah usia 19 tahun sebanyak 509 orang. Terdiri dari 400 anak perempuan dan 109 anak laki-laki.
Jumlah ini turun dibandingkan 2021 yang mencapai 1.358 orang, terdiri dari 998 anak perempuan dan 360 anak laki-laki. "Penyebabnya di antaranya karena hamil duluan. Ada juga karena orang tua khawatir karena hubungan sangat dekat," jelas Afifuddin kepada Republika, Rabu (15/2/2023).
Ketua Pengadilan Agama Purwokerto, Arinal menambahkan, anak-anak yang mengajukan dispensasi untuk melakukan pernikahan dini di wilayah Pengadilan Agama Purwokerto rata-rata masih duduk di bangku SMA, dan ada juga murid SMP. Menurutnya, pergaulan bebas dan pengaruh dari media sosial menjadi pemicunya.
"Itu karena pergaulan bebas, (berkenalan) melalui media sosial, mungkin coba-coba (melakukan hubungan badan). Akhirnya orang tua yang mengetahui hal itu menikahkan mereka, daripada hamil duluan, tapi banyak juga yang sudah hamil," ungkapnya.
Bupati Banyumas Achmad Husein pun merasa miris mendengar kabar tersebut. Hal ini karena pernikahan dini menjadi sumber berbagai masalah lainnya. Seperti masalah putus sekolah hingga kehamilan muda yang dapat memicu kelahiran stunting.
"Fenomena ini akan menjadi pembahasan nantinya dan bagaimana upaya mencegahnya," ujar bupati. Berbagai upaya pun dilakukan untuk terus mengurangi pernikahan dini tersebut.
Salah satunya dengan menggalakkan kampanye 'Jo Kawin Bocah' yang merupakan program Provinsi Jawa Tengah untuk mencegah pernikahan dini. Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Banyumas telah melakukan pencegahan pernikahan dini dengan melakukan berbagai sosialisasi.
Antara lain melalui program Kampung KB, PKK dan Forum Anak di seluruh kecamatan. Akan tetapi, permasalahan utama tidak hanya mencegah terjadinya pernikahan dini, tapi juga permasalahan putus sekolah akibat hamil dan menikah di usia muda.
Menurut Sub Koordinator Pemenuhan Hak Anak DPPKBP3A Wiyati Dwi Martitin bahwa dalam kasus pernikahan dini, pemenuhan hak-hak anak-anak adalah yang utama. Salah satunya adalah mengenyam pendidikan dalam usia sekolah.
"Jadi kalau terjadi menikah dini atau hamil, maka pihak keluarga, sekolah dan Pemda harus berembuk jalan terbaiknya, tidak asal mengeluarkan murid," ujar Titin.
Menurut Titin selama ini tidak semua sekolah mau tetap menerima siswi-siswi yang sudah terlanjur hamil dan menikah dini. Faktor lainnya, siswi yang hamil biasanya malu untuk kembali ke sekolah.
Faktor-faktor tersebut juga menjadi perhatian penting pemerintah dalam sosialisasi. Pihak Pemerintah Daerah berupaya mencari jalan keluar agar hak-hak mereka untuk bersekolah tetap terpenuhi. Bisa dengan cara penyetaraan ijazah, tetap bersekolah, atau kembali bersekolah setelah melahirkan.
"Ini PR kita bersama. Provinsi juga sedang membahas mengenai hal ini, agar tidak mengeluarkan anak kasus pernikahan dini dari sekolah," kata Titin.
Gerakan aktif untuk mengatasi putus sekolah pun akan segera diluncurkan oleh Pemkab Banyumas.DPPKBP3A Banyumas bersama Dinas Pendidikan, Dinsospermades, dan dinas terkait lainnya akan segera meluncurkan gerakan baru untuk mengatasi anak tidak sekolah (ATS) bernama 'Gerakan Mayuh Sekolah Maning'.
Mendata anak putus sekolah
Program Pemkab Banyumas bekerja sama dengan UNICEF ini akan mendata seluruh anak-anak putus sekolah di Kabupaten Banyumas dan memberikan bantuan kepada mereka. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas Joko Wiyono melalui Kepala Seksi Pendidikan Masyarakat dan Kursus, Werdiningsih menjelaskan, program ini baru mendata ATS di empat desa dalam empat kecamatan sejak akhir 2022 lalu.
"Dari empat desa pilot project dengan UNICEF ini ada 56 ATS per Januari 2023, tapi saya yakin jumlah ini terus bertambah karena terus kami data," ungkap Werdiningsih.
Werdi menjelaskan, Gerakan Mayuh Sekolah Maning akan diluncurkan pada Hari Jadi Banyumas pada 22 Februari mendatang. Dalam peluncuran gerakan ini, nantinya akan ada tujuh ATS yang diberikan apresiasi berupa bantuan untuk sekolah.
Salah satunya adalah remaja berusia 16 tahun yang telah melanjutkan kembali sekolahnya setelah hamil dan menikah dini. Anak tidak Sekolah (ATS) dikategorikan sebagai anak usia 6 hingga 21 tahun yang tidak bersekolah karena alasan ekonomi, sosial, dan kesehatan.
Di samping itu, mereka yang pernah sekolah dan berhenti di tengah proses belajarnya (putus sekolah) karena berbagai alasan seperti kesulitan ekonomi, dan sosial, bahkan pernikahan dini.
Setelah acara peluncuran, gerakan ini akan dimasifkan di seluruh kecamatan di Banyumas. Harapannya, gerakan ini dapat menyelesaikan permasalahan anak putus sekolah.
"Lewat gerakan ini insya Allah berhasil. Karena program ini juga berjalan bersama OPD lainnya, semua dilibatkan dari tingkat desa sampai seluruh dinas terkait," katanya.