REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Ilmu hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof Hibnu Nugroho, sepakat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahwa terdakwa Bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi pantas dihukum berat. Ia menilai begitu besar dampak kejahatan yang dilakukan Surya Darmadi.
Surya Darmadi dituntut hukuman seumur hidup oleh JPU. Selain hukuman penjara, Surya Darmadi turut dituntut dengan hukuman denda sebesar Rp1 miliar.
Surya Darmadi terlibat kasus dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait alih fungsi lahan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau.
"Ini kan kejahatan lingkungan ya, kejahatan lingkungan itu sangat serius. Karena merusak lahan yang berpotensi merusak masa depan lingkungan Indonesia ke depan. Sebagai bentuk sanksi yang berat, harus tinggi hukumannya," kata Prof Hibnu kepada Republika, Rabu (15/2).
Prof Hibnu menjelaskan dua jenis pendekatan hukum yaitu rehabilitatif dan retributif. Rehabilitatif cenderung diterapkan untuk terpidana yang masih berusia muda dan bisa dipulihkan kembali perilakunya. Hal ini berbanding terbalik dengan pendekatan retributif dimana hukum digunakan sebagai pembalasan atas suatu tindak kejahatan.
"Hukuman seumur hidup itu cukup pantas dan ini pendekatan retributif bukan rehabilitatif. Ini kan pendekatan pembalasan atau penindakan yang keras," ujar Prof Hibnu.
Prof Hibnu juga menyinggung kejahatan lingkungan pantas dihukum tinggi karena efeknya bisa mempengaruhi masa depan masyarakat. Misalnya, kejahatan lingkungan berpotensi menimbulkan bencana yang menghilangkan nyawa sekaligus menimbulkan kerugian materi di kemudian hari. Bahkan kerusakan lingkungan berpeluang merugikan negara.
"Kejahatan lingkungan menyangkut kehidupan anak cucu kita. Sekarang pertanyaannya, kalau lahan-lahan itu tanpa izin dipermainkan saya kira itu sesuatu yang sangat luar biasa merusak lingkungan," ucap Prof Hibnu.
Sebelumnya, Surya Darmadi dituntut hukuman seumur hidup oleh JPU. Selain hukuman penjara, Surya Darmadi turut dituntut dengan hukuman denda sebesar Rp1 miliar.
Surya Darmadi juga dituntut kerugian keuangan negara sebesar Rp4.798.706.951.640 dan US$7.885.857,36 serta perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300.000.
Dalam kasus ini, Surya Darmadi dituntut melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan kedua Pasal 3 ayat 1 huruf C UU 15/2022 tentang TPPU sebagaimana telah diubah UU 25/2003 tentang TPPU dan ketiga primair Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.