Rabu 15 Feb 2023 19:19 WIB

Ini Alasan Pasar Sukuk di Malaysia Lebih Besar Dibandingkan Indonesia

Penerbitan obligasi syariah atau sukuk di Indonesia dinilai masih rendah.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ahmad Fikri Noor
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo bersiap menyampaikan sambutan saat pembukaan BSI Global Islamic Finance Summit (GIFS) 2023 di Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo bersiap menyampaikan sambutan saat pembukaan BSI Global Islamic Finance Summit (GIFS) 2023 di Jakarta, Rabu (15/2/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerbitan obligasi syariah atau sukuk di Indonesia dinilai masih rendah. Hal itu dinilai berbeda dengan Malaysia, yang menguasai hampir 80 persen pasar sukuk.

Deputy CEO of Maybank Islamic Nor Shahrizan Sulaiman mengungkapkan, ada beberapa alasan yang membuat pasar sukuk di Malaysia besar. "Saya tidak familier dengan pasar sukuk di Indonesia, namun di Malaysia, pasar sukuk kami sudah mempromosikannya bertahun-tahun," ujar dia dalam BSI Global Finance Summit di Jakarta, Rabu (15/2/2023).

Baca Juga

Alasan berikutnya, kata dia, Malaysia memiliki proses yang ramping dalam penerbitan sukuk. Shahrizan mengatakan, sukuk merupakan sumber pendanaan yang relatif murah bagi para penerbitnya dibandingkan jika langsung ke bank. Selain itu, lanjut dia, sukuk bisa memanfaatkan pasar internasional, tidak hanya domestik. 

Sementara, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) II Kartika Wirjoatmodjo atau yang biasa dipanggil Tiko mengatakan, pembiayaan struktur syariah merupakan yang terbaik untuk segmen wholesale banking atau nasabah yang berskala besar. Pembiayaan syariah, menurutnya, juga sangat mampu menjadi katalis hingga global player ke depannya. Namun, selama ini masih banyak yang belum memahami betapa untungnya bila pembangunan jangka panjang menggunakan pembiayaan struktur syariah.

"Sebenarnya untuk pembangunan jangka panjang di Indonesia seperti infrastruktur pertambangan khususnya sektor-sektor yang membutuhkan pembiayaan infrastruktur jangka panjang dengan struktur pembayaran principle dan interest yang spesifik sebenarnya struktur syariah adalah yang terbaik," kata Tiko.

Menurut Tiko, beberapa sektor yang membutuhkan pembiayaan jangka panjang seperti  jalan tol, properti, pembangkit listrik dan lainnya sangat tepat bila memakai pembiayaan dengan kepatuhan syariah.

Selama ini, sebagian besar pembiayaan untuk pembangunan jangka panjang di Indonesia terbiasa menggunakan produk di bank konvensional dengan pola pembayaran amortisasi yang standar dan jangka waktu yang pendek. Ia pun mengakui, persoalan di BUMN saat ini adalah belum terlalu memahami seperti apa struktur maupun operasi suatu perusahaan yang bergerak pada wholesale banking.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement