LSD Merebak di Sukoharjo, Penjual Sapi Terpaksa Istirahat Total
Rep: c02/ Red: Yusuf Assidiq
Pedagang mengangkut sapi ke dalam truk. Para peternak dan pedagang sapi diminta mewaspadai merebaknya LSD. | Foto: ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto.
REPUBLIKA.CO.ID, SUKOHARJO -- Wakidi (52), penjual sapi asal Jatirejo, Mulur, Bendosari, Sukoharjo, Jawa Tengah, terpaksa istirahat dari aktivitas jual beli sapi lantaran sepinya pembeli setelah merebaknya virus lumpy skin disease (LSD).
Sebagai penjual sapi, ia mengaku berat karena saat ini tidak bisa berjualan. Hal tersebut lantaran sulitnya mencari sapi untuk dijual dan ketika mendapat sapi untuk dijual pun lakunya juga sulit.
"Dampaknya niku berat terasa berat, pedagang susah cari (sapi) ya susah penjualannya ya sulit gak ada yang beli. Pasar yang biasanya rame sapi isinya juga cuma beberapa ekor, gitu," kata Wakidi ketika dihubungi, Rabu (15/2/2023).
Wakidi mengaku telah melakoni bisnis jual beli sapi secara turun menurun. Sekarang ia adalah generasi ketiga. Namun, karena LSD bisnisnya terpaksa rehat sementara.
"Kalau saya tiap lima hari sekali itu bisa jual enam tapi sementara istirahat total," katanya. Secara harga, ia menjelaskan bahwa LSD menyebabkan harga sapi turun drastis.
Khususnya pada sapi peternak, baik itu bibit anakan maupun sapi dewasa. Bahkan, turunnya harga sapi bisa sampai Rp 2 juta.
Namun, ia menegaskan, LSD tidak berpengaruh pada harga penjualan sapi potong. "Yang turun drastis itu sapi peternak itu lo, tapi sapi untuk dipelihara kuru-kura, indukan, atau pedet (anak sapi) itu turun drastis satu sampai dua juta. Tapi kalau sapi potong harga masih normal LSD gak pengaruh," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Bidang (Kabid) Peternakan dan Kesehatan Hewan Distankan Sukoharjo Arif Rahmanto membenarkan adanya penurunan penjualan sapi di pasar hewan. Bahkan ia mengatakan bahwa kondisi pasar sepi dari aktivitas jual beli ternak.
"Kalau di pasar hewan itu kemarin memang menurun jumlah ternak yang masuk untuk diperdagangkan, itu tidak seperti biasa. Ya hampir antara sepertiga sampai separonya, (setengahnya)," kata Arif ketika dihubungi Republika.
Arif menjelaskan kondisi pasar sepi tersebut sudah berlangsung sekitar sebulan. Namun, pihaknya masih akan menyelidiki lebih lanjut apakah hal tersebut lantaran penyakit LSD atau tidak.
"Sudah sekitar empat pekan, tapi kita belum tahu apakah karena LSD atau bukan. Kita lihat kondisi pasar sepi," jelas dia.