REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Flori Sidebang, Fergi Nadira B, Antara
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan Pemerintah tidak akan bernegosiasi dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) soal permintaan memerdekakan Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pernyataan Mahfud ini merespons aksi KKB yang kini menyandera pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Mehrtens yang foto-foto dan videonya dirilis kemarin.
"NKRI berdasar konstitusi, berdasar hukum internasional, dan berdasarkan kenyataan faktual. (Papua) Adalah bagian yang sah dari NKRI. Oleh sebab itu, tidak ada negosiasi soal itu dan kami (Pemerintah) akan mempertahankan serta memberantas setiap yang ingin mengambil bagian secuil pun dari NKRI," kata Mahfud seusai menghadiri rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Mahfud menanggapi video yang beredar di masyarakat, di mana salah satu anggota KKB dalam video itu meminta Indonesia mengakui Papua merdeka. Anggota KKB dalam video tersebut mengatakan penyanderaan terhadap pilot Susi Air Philip Mark Merthens dilakukan karena Indonesia tidak pernah mengakui kemerdekaan Papua.
Mahfud lalu menegaskan bahwa sejauh ini Pemerintah telah menempuh pendekatan persuasif terkait upaya pembebasan pilot Susi Air yang disandera olehKKB pimpinan Egianus Kogoya di Paro, Nduga, Papua Pegunungan. Pemerintah, tegasnya, juga terus berupaya mengutamakan keselamatan pilot berkebangsaan Selandia Baru tersebut.
Senada dengan Mahfud, anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menegaskan, NKRI adalah harga mati. Oleh karena itu, kemerdekaan Papua sebagai syarat pembebasan pilot Susi Air tidak bisa diterima.
"Sikap kami NKRI harga mati. Jadi tidak bisa menegosiasikan wilayah kesatuan Negara Republik Indonesia untuk kepentingan segelintir orang," ujar Hasanuddin di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
KKB yang dipimpin oleh pimpinan Egianus Kogoyadi Paro dinilainya sudah merupakan kelompok separatis. Adapun sebelum penyanderaan tersebut, Komisi I telah mendapatkan laporan dari Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Laksamana Yudo Margono bahwa situasi sejumlah wilayah di Papua mengkhawatirkan.
"Satu hal dalam kesimpulan rapat Komisi I dengan Panglima TNI dan jajaran kemarin perlu, perlu yang namanya landasan hukum lebih kuat lagi untuk Tentara Nasional Indonesia melakukan tindakan tindakan yang secara terarah dan terukur," ujar Hasanuddin.
Adapun saat ini, ia yakin aparat penegak hukum tengah melakukan negosiasi dengan KKB untuk pembebasan Philip Mark Mehrtens. Namun tegasnya, tak ada negosiasi yang berkaitan dengan kedaulatan Indonesia.
"Upaya negosiasi sedang dilaksanakan. Mudah mudahan negosiasi bisa berjalan dengan baik, tetapi tidak menegosiasikan kedaulatan negara," ujar Hasanuddin.
Berbicara terpisah, Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan, pemerintah terus mengupayakan pembebasan pilot Susi Air Philip Mark Mehrtens dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua. Namun, Ma'ruf menegaskan penyanderaan ini tidak mungkin dikompensasi dengan kemerdekaan Papua seperti yang diminta kelompok tersebut.
"Itu kan ada pihak (aparat TNI/Polri) kita, (kemudian) ada pihak negara dari pilotnya sebagai warga negara tentu akan mengambil peran. Tetapi nggak mungkin dikompensasi dengam kemerdekaan," ujar Ma'ruf dalam keterangan persnya di sela kunjungan kerja ke Barus, Tapanuli Tengah, Rabu.
Ma'ruf mengatakan, ini karena tuntutan KKB tersebut sudah tidak relevan. Dia menyebut, aksi yang dilakukan KKB tersebut tidak mewakili masalah Papua, tetapi kelompok tertentu di wilayah Papua Pegunungan.
"Itu nggak relevan konteksnya, bukan masalah Papua tapi masalah Papua di satu daerah di pegunungan," ujarnya.
Ma'ruf mengakui, dari enam provinsi di Papua, yakni Provinsi Papua, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Barat dan Papua Barat Daya, dan Papua Pegunungan, wilayah yang masih terdapat gangguan keamanan ada di Papua Pegunungan. Namun demikian, Ma'ruf memastikan, pemerintah akan terus menjaga keamanan di wilayah tersebut.
"Artinya Papua sebenarnya nggak ada masalah. Kalau ada kelompok mengatasnamakan Papua itu sudah tidak relevan lagi. Karena sekarang konteksnya Papua Pegunungan yang masalah," ujarnya.