REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius mendukung peningkatan target pengeluaran militer aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Para menteri negara Barat itu berkumpul di Brussels, Belgia membicarakan kemungkinan pengeluaran pertahanan sebesar dua persen dari PDB untuk mendukung perang di Ukraina.
"Saya pikir bergerak menuju target dua persen saja tidak akan cukup, itu hanya bisa menjadi dasar untuk langkah lebih lanjut," kata Pistorius saat tiba di markas NATO di Brussels.
"Kami sedang dalam proses mengoordinasikan posisi kami dalam hal ini di dalam pemerintah," ujarnya.
Dalam acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Wales NATO pada 2014, para pemimpin NATO setuju untuk bergerak menuju pengeluaran setidaknya dua persen dari produk domestik bruto (PDB) untuk pertahanan dalam satu dekade. Keputusan NATO adalah reaksi terhadap situasi keamanan yang sangat memburuk di Eropa beberapa bulan setelah pencaplokan semenanjung Krimea oleh Rusia.
Hampir 10 tahun setelah janji Wales dan satu tahun setelah invasi Rusia ke Ukraina, menteri pertahanan NATO akan meluncurkan diskusi pada pertemuan di Brussel tentang bagaimana menyesuaikan target pengeluaran. Sebuah keputusan diharapkan pada KTT NATO di Lituania pada Juli.
Pistorius menggemakan seruan dari Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg yang telah menekankan target dua persen bukanlah yang harus dipenuhi, melainkan minimum terkait pengeluaran militer. Beberapa sekutu mendorong pengeluaran militer yang lebih tinggi, mengingat ada perang yang berkecamuk di Eropa, sementara yang lain seperti Jerman bahkan jauh dari mencapai target dua persen.
Pada 2022, menurut perkiraan NATO yang diterbitkan Juni lalu, Jerman mencapai pengeluaran pertahanan hampir 1,5 persen, sementara Prancis terlihat hampir memenuhi dua persen. Inggris dan Polandia termasuk di antara negara yang memenuhi target tetapi kurang dari pengeluaran pertahanan AS yang terlihat hampir 3,5 persen dari PDB.