Kamis 16 Feb 2023 12:46 WIB

Isra Miraj dan Makna Pergantian Kepemimpinan

Masjid Al Aqsa, yang dilintasi dalam Isra Miraj, adalah tanah kenabian di masa lalu.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Erdy Nasrul
 Masjid Kubah Batu atau Kubbatus Sakhrah diyakini menjadi tempat nabi berpijak untuk kemudian melakukan perjalanan menuju Sidratul Muntaha.
Foto: AP/ Mahmoud Illean
Masjid Kubah Batu atau Kubbatus Sakhrah diyakini menjadi tempat nabi berpijak untuk kemudian melakukan perjalanan menuju Sidratul Muntaha.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu yang menjadi pertanyaan besar dari perjalanan Isra Miraj, yaitu mengapa perjalanan tersebut melintasi terlebih dulu Masjid Al Aqsa untuk sampai ke langit? Mengapa dari Masjidil Haram tidak langsung ke langit?

Hal itu menunjukkan bahwa Al Aqsa adalah tempat suci di bumi yang diberkahi Allah SWT. Juga bertujuan untuk mendoakan para nabi yang menerima kerasulan dari Allah SWT di Baitul Maqdis.

Baca Juga

Perlintasan dari Masjidil Haram ke Masjid Al Aqsa, lalu ke langit, juga menandakan bahwa kepemimpinan telah berpindah kepada yang baru, yaitu nubuat atau kenabian bagi alam semesta. Tidak seperti kenabian sebelumnya, di mana setiap nabi diutus hanya untuk kaumnya. Nubuat tersebut adalah abadi bagi semua manusia, rahmat bagi alam semesta, semua wilayah, dan berlaku sepanjang masa, yang ditetapkan hingga hari akhir.

Masjid Al Aqsa, yang dilintasi dalam Isra Miraj, adalah tanah kenabian di masa lalu, di mana Nabi Ibrahim, Nabi Ishak, Nabi Musa, dan Nabi Isa, menandai peralihan kepemimpinannya.

Dengan demikian, perjalanan Isra Miraj Nabi Muhammad juga menunjukkan bahwa kepemimpinan telah berpindah kepada umat yang baru dan kepada risalah yang baru dan abadi bagi alam semesta.

Mantan Mufti Mesir, Syekh Dr Ali Jum'ah menjelaskan, Isra Miraj mengandung makna persatuan bagi umat manusia. Umat manusia adalah satu bangsa dan ini adalah puncak makna dari peristiwa Isra Miraj.

"Yaitu ketika Rasul kita, bertemu saudara-saudaranya dari para Nabi yang lain. Mereka melakukan sholat di mana Nabi SAW memimpinnya," jelasnya.

Itu menjadi tanda bahwa umat manusia mengikuti seluruh nabi dan beriman kepadanya dengan mengikuti nabi terakhir yang dalam hal ini adalah Nabi Muhammad SAW. Allah SWT menjadikan umat manusia itu satu, sejak Nabi Adam AS sampai sekarang.

"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, "Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah kepadamu lalu datang kepada kamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada pada kamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya." Allah berfirman, "Apakah kamu setuju dan menerima perjanjian dengan-Ku atas yang demikian itu?" Mereka menjawab, "Kami setuju." Allah berfirman, "Kalau begitu bersaksilah kamu (para nabi) dan Aku menjadi saksi bersama kamu." (QS Ali Imran ayat 81)

Dalam hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Perumpamaanku dengan nabi-nabi sebelumku seperti seseorang yang membangun suatu rumah lalu dia membaguskannya dan memperindahnya kecuali ada satu labinah (tempat lubang batu bata yang tertinggal belum diselesaikan) yang berada di dinding samping rumah tersebut.

Lalu manusia mengelilinginya dan mereka terkagum-kagum sambil berkata, 'Duh seandainya ada orang yang meletakkan labinah (batu bata) di tempatnya ini.' Beliau bersabda, "Maka akulah labinah itu dan aku adalah penutup para nabi." (HR Bukhari)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement