REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memasuki 2023, gambaran prospek ekonomi global dibayangi oleh kondisi resesi dan hiperinflasi sebagai dampak situasi geopolitik dan geoekonomi internasional. Kondisi yang tidak menentu ini membuat kebingunan sendiri pada masyarakat saat akan memilih investasi yang tepat.
Chief Economist Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat menilai investasi sukuk bisa menjadi pilihan yang aman di tengah ekonomi global yang tidak menentu tersebut. Karena, di tengah ancaman resesi, timbul kekhawatiran adanya credit risk atau yang sering dikenal kerugian akibat kegagalan debitur untuk membayar kembali.
"Jadi yang risiko gagal bayar rendah itu ada di negara, " ujar Budi saat ditemui dalam acara BSI Global Islamic Finance Summit 2023 (GIFS) yang digelar oleh BSI, Kamis (16/2/2023).
Sukuk atau biasa disebut juga obligasi syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah. Emiten wajib membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil, margin, atau fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Budi menyarankan, untuk mengatisipasi ancaman resesi, pilihannya bisa memilih sukuk dengan tenor yang panjang.
"Karena, soon or later BI itu akan menurunkan bunga, dan namanya harga obligasi itu naik," kata Budi.
Syariah dalam sukuk mengandung arti bahwa pemerintah menarik dana dari masyarakat di mana dana yang berhasil dihimpun digunakan untuk proyek yang tidak bertentangan dengan nilai syariah. Beberapa pengeluaran negara yang dibiayai sukuk seperti pembangunan infrastruktur.