REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) yakin tidak perlu lagi menaikan suku bunga acuan. Saat ini BI memutuskan untuk menahan level suku bunga acuan 5,75 persen setelah sebelumnya BI sudah menaikan sebanyak 225 basis poin (bps).
"Kami meyakini bahawa tingkat suku bunga acuan saat ini memadai dalam artian tidak diperlukan suatu kenaikan lagi, Ini stance kebijakan moneter," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Dewan Gubernur BI Bulanan Februari, Kamis (16/2/2023).
Perry menjelaskan, dasar kebijakan suku bunga acuan BI berkaitan dengan inflasi dan inflasi indeks harga konsumen (IHK). Pada tahun ini, Perry yakin inflasi inti akan paling tinggi berada pada level 3,6 persen secara tahunan pada semester I 2023.
"Inflasi inti yang menurun lebih cepat dari yang diperkirakan dan lebih rendah dari yang diperkirakan," ujar perry.
Sementara itu, Perry memproyeksikan inflasi IHK akan berada kembali di bawah empat persen secara tahunan pada semester II 2023. Perry memperkirakan inflasi IHK paling tinggi akan menyentuh level 3,5 persen pada semester II 2023.
"Ingat, inflasi IHK ada pengaruh setelah kenaikan BBM. begitu hilang, maka inflasi IHK akan di bawah empat persen kami perkirakan," tutur Perry.
Saat ini, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI-7Day Reverse Repo Rate sebesar 5,75 persen. Hal tersebut berdasarkan rapat Dewan Gubernur BI bulanan pada 15-16 Februari 2023.
BI juga memutuskan Suku bunga Deposit Facility juga tetap sebesar lima persen. Selain itu, BI juga menetapkan suku bunga Lending Facility tetap berada pada level 6,5 persen.
"Keputusan ini konsisten dengan dengan kebijakan moneter untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan inflasi ke depan," kata Perry.