REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkawinan anak menjadi salah satu isu pembangunan sumber daya manusia (SDM) dalam periode anak di Tanah Air. Menyikapi itu, Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo, meluncurkan program 'Jo Kawin Bocah'. Dampaknya, angka dispensasi perkawinan anak yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi Agama di Jateng mengalami penurunan dari 14.072 anak pada 2021 menjadi 11.391 pada 2022.
"Penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mencegah perkawinan usia anak di Jateng. Itu sebabnya, gerakan 'Jo Kawin Bocah' bertujuan untuk memenuhi hak anak dalam kelompok rentan agar tidak dinikahkan," ujar Ganjar dalam siaran pers yang Republika terima, Kamis (16/2/2023).
Gerakan tersebut diiringi dengan penguatan peran Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) dan optimalisasi peran pentahelix. Menurut dia, gerakan 'Jo Kawin Bocah' membutuhkan peran serta para pihak terkait yang melibatkan unsur pentahelix. Di mana di dalamnya ada pemerintah, akademisi, dunia usaha, media massa, dan komunitas.
"Program 'Jo Kawin Bocah' sendiri merupakan amanah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang mencantumkan batas minimal usia menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun," kata dia. Setelah meluncurkan program tersebut pada akhir 2020, Ganjar melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jateng mendirikan Care Center 'Jo Kawin Bocah'.