REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Moldova yang bertetangga dengan Ukraina bakal diperintah rezim yang bisa membuat Rusia khawatir setelah parlemen negara itu memilih pemerintahan baru pimpinan seorang ekonom pro-Barat.
Negara kecil pecahan Uni Soviet itu mengubah kecenderungan politiknya akibat isu keamanan menyusul perang yang dilancarkan Rusia di Ukraina yang berbatasan dengan bagian utara, timur dan selatan Moldova.
Ekonom berusia 48 tahun bernama Dorin Recean yang selama satu tahun menjabat menteri pertahanan itu pekan lalu diminta oleh Presiden Maia Sandu untuk mengisi posisi perdana menteri yang kosong setelah Natalia Gavrilita mendadak mengundurkan diri.
Semua anggota parlemen dari Partai Aksi dan Solidaritas yang berkuasa di Moldova, dengan menguasai 63 dari total 101 kursi parlemen negeri itu, mendukung pemerintahan Recean.
Sebaliknya, Partai Komunis dan Partai Sosialis yang condong ke Rusia dan keduanya memiliki total 31 kursi, abstain dalam pemungutan suara parlemen ini. Enam anggota parlemen lainnya dari Partai Shor memboikot pemungutan suara ini.
Menurut laporan Sky News, Sandu akan melantik pemerintahan baru itu Jumat ini.
Kepada parlemen Moldova, Recean menyatakan fokus utamanya adalah menegakkan disiplin dan ketertiban kepada lembaga-lembaga Moldova demi memacu perekonomian yang lagi terseok-seok, selain menjamin perdamaian dan stabilitas.
Selain fokus kepada integrasi Eropa, bidang keamanan Moldova harus diperkuat dan mereka yang berniat menciptakan perang di Moldova harus dilawan, kata Recean.
"Moldova memiliki kerentanan dalam konteks perang di Ukraina," ujarRecean.
Perkembangan terbaru ini terjadi setelah belakangan ini ada kekhawatiran bahwa rezim Presiden Rusia Vladimir Putin berencana melancarkan kudeta di Moldova.
Presiden Maia Sandu memerintahkan keamanan di negaranya diperketat setelah mendapatkan laporan Rusia tengah merancang kudeta di Moldova.
"Rencananya meliputi sabotase dan orang-orang yang terlatih secara militer menyamar sebagai orang sipil untuk melancarkan kekerasan dan serangan ke gedung-gedung pemerintah serta menahan sandera," kata Sandu dalam jumpa pers awal pekan ini seperti dikutip laman Politico.com.
Sehari setelah Sandu mengungkapkan rencana kudeta Rusia di negaranya, kementerian luar negeri Rusia membantah sinyalemen itu.
"Tudingan semacam itu sama sekali tidak berdasar," kata kementerian luar negeri Rusia seperti dikutip laman Moscow Times.