Jumat 17 Feb 2023 16:31 WIB

Nilai Tukar Dolar AS Naik Ditopang Ekspektasi Kenaikan Suku Bunga

Rilis data terbaru memberi dolar AS penguatan, memukul sterling, euro, dan yen.

Red: Friska Yolandha
Karyawan menghitung uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Kamis (29/9/2022). Nilai tukar dolar AS melonjak mencapai level tertinggi enam minggu terhadap sekeranjang mata uang di sesi Asia pada Jumat (17/2/2023) sore
Foto: Prayogi/Republika.
Karyawan menghitung uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Kamis (29/9/2022). Nilai tukar dolar AS melonjak mencapai level tertinggi enam minggu terhadap sekeranjang mata uang di sesi Asia pada Jumat (17/2/2023) sore

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Nilai tukar dolar AS melonjak mencapai level tertinggi enam minggu terhadap sekeranjang mata uang di sesi Asia pada Jumat (17/2/2023) sore, karena serangkaian data ekonomi yang tangguh dari Amerika Serikat. Ini meningkatkan ekspektasi pasar bahwa lebih banyak kenaikan suku bunga segera terjadi.

Data pada Kamis (16/2/2023) menunjukkan bahwa jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran secara tak terduga turun minggu lalu. Sementara data lain mengungkapkan bahwa harga produsen bulanan meningkat paling tinggi dalam tujuh bulan pada Januari.

Baca Juga

Rilis data terbaru memberi dolar AS penguatan, memukul sterling, euro, dan yen Jepang ke posisi terendah baru enam minggu pada Jumat. Itu mendorong indeks dolar AS ke puncak enam minggu di 104,44. Indeks terakhir 0,28 persen lebih tinggi di 104,40, dan berada di jalur untuk kenaikan minggu ketiga berturut-turut.

Euro terakhir diperdagangkan 0,34 persen lebih rendah pada 1,0635 dolar, setelah mencapai titik terendah pada 1,0632 dolar di awal sesi, sementara sterling turun 0,32 persen menjadi 1,1949 dolar. Demikian pula, kiwi jatuh ke palung enam minggu di 0,6216 dolar AS, dan juga Aussie anjlok lebih dari 0,6 persen menjadi 0,68325 dolar AS, level terendah sejak 6 Januari.

"Ekonomi AS, dari data terakhir, menunjukkan masih sehat. Sepertinya tidak akan mengalami resesi dalam waktu dekat," kata Tina Teng, analis pasar di CMC Markets. Pasar memperkirakan suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.

Laporan Kamis (16/2/2023) mengikuti data dari awal pekan ini, yang menunjukkan pertumbuhan penjualan ritel AS yang kuat pada Januari dan tanda-tanda inflasi yang kaku, memicu kekhawatiran bahwa Federal Reserve harus menaikkan suku bunga lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement