REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bangunan cagar budaya yang merupakan tempat tinggal sementara Bung Karno di Padang, Sumatera Barat, yakni rumah Ema Idham, dirobohkan. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarin, menyatakan tak akan tinggal diam melihat tindakan tersebut dan tengah menyiapkan langkah-langkah yang dapat dilakukan.
"Kemendikbudristek telah dan akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk mencari solusi terbaik. Kami tengah mempertimbangkan langkah hukum, serta berkoordinasi dengan pihak terkait lainnya," ujar Nadiem dalam keterangannya, Jumat (17/2/2023).
Nadiem menjelaskan, Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya jelas mengamanatkan, pemilik atau pihak yang menguasai sebuah bangunan cagar budaya bertanggung jawab akan kelestariannya.
Menurut dia, sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bangunan cagar budaya tersebut merupakan tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota.
Tempat tinggal sementara Presiden Soekarno yang dikenal dengan nama Rumah Ema Idham ditetapkan sebagai cagar budaya pada 1998. Penetapan itu dilakukan melalui Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Padang Nomor 3 Tahun 1998 tentang Penetapan Bangunan Cagar Budaya dan Kawasan Bersejarah di Kotamadya Padang.
Nadiem mengatakan, tindakan membongkar rumah tersebut, menurut UU adalah tindakan melawan hukum. Pasal 105 UU Nomor 11 Tahun 2010 mengatakan, setiap orang yang dengan sengaja merusak cagar budaya dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 15 tahun.
"Kami mendorong semua pihak untuk melestarikan bangunan cagar budaya dan menjaga memori kolektif sejarah bangsa," ujar Nadiem.
Bangunan rumah Ema Idham pernah dipergunakan sebagai rumah tinggal sementara oleh Bung Karno selama tiga bulan sekitar tahun 1942. Saat itu Bung Karno yang dalam perjalanannya dari Bengkulu akan dibuang ke luar Indonesia oleh sekutu Belanda.
Selama tinggal di rumah tersebut, Presiden pertama Republik Indonesia itu menggunakan waktu untuk menghimpun kekuatan melawan penjajah.